Rabu, 05 Oktober 2011

BAB II "PROSES PEMBIAYAAN PADA BMT IQTISADUNA"

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank
     2.1.1. Pengertian Bank
Bank berasal dari kata banco yang artinya “bangku”. Bangku inilah yang digunakan untuk melakukan kegiatan operasional bank pada masa awal perbankan. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi “bank”. Bank termasuk persahaan industri jasa, karena aktvitas operasionalnya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Untuk jelasnya pengertian bank ini, penulis mengutip beberapa devinisi dan rumusan-rumusan yang dikemukakan para penulis sebagai berikut:
1.      Drs. H. Malayu S.P Hasibuan
Bank adalah lembaga keuangan, penciptaan uang, pengumpulan dana, dan pemberian kredit, mempermudah pembayaran dan penagihan, stabilisator moneter dan dinamisator pertumbuhan perekonomian.
2.      Dr. B.N. Ajuha
Bank provided means by which capital is transferred from who cannot use it profitable to those who can use it productively for the society as whole. Bank provided which channel to invest without any risk and at a good rate of interest.
            Artinya:
Bank berarti menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakannya secara menguntungkan kepada mereka yang dapar membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik.
3.      Prof. G.M. Verryn Stuart
Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain akan kredit, baik dengan uang yang diterimanya sebagai petaruh orang lain maupun dengan jalan mengeluarkan uang kertas atau uang logam baru.
4.      Undang-undang Republika Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bab I Pasal 1 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5
a.       Pasal 1. Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat  dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
b.      Pasal2. Bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
c.       Pasal 3. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
d.      Pasal 4. Bank campuran adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga Negara Indonesia dan atau badan hokum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga Negara Indonesia dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
e.       Pasal 5. Kantor cabang adalah setiap kantor cabang yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan dengan tempat usaha yang permanen di mana kantor cabang tersebut melakukan kegiatannya.
Pada UU No. 14 Tahun 1967 Bab II Pasal 3 ayat a, b, c, d, dan e. jenis dan macam lembaga perbankan, yaitu:
a.       Bank sentral
b.      Bank umum
c.       Bank tabungan
d.      Bank pembangunan
e.       Bank desa

5.      Undang- undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
6.      Jika kita kaji ada perbedaan UU No. 14 Tahun 1967 dengan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, sebagai berikut:

2.1.2. PERBEDAAN
UU NO. 14 TAHUN 1967 DAN UU. 7 TAHUN 1992
UU NO. 14 TAHUN 1967
UU NO. 7 TAHUN 1992
1.      Bank adalah lembaga keuangan
2.      Bank di bagi: bank sentral, bank umum, bank tabungan, bank pembangunan dan bank desa
3.      Agunan / jaminan hanya materil
4.      Sistem keuangan ( liahat bagan )

1.      Bank adalah badan usaha
2.      Bank dibagi: bank umum, bank pengkreditan rakyat.
3.      Agunan / jaminan: materil, nonmaterial, tanah dan proyek yang dibiayai.
4.      Sistem Keuangan ( lihat bagan )




BANK INDONESIA
 
OTORITAS MONETER
 
2.1.3. SISTEM KEUANGAN SEBELUM UU NO. 7 TAHUN 1992
 















2.1.3.1. BAGAN SISTEM KEUANGAN SETELAH UU NO. 7 1992
 















2.1.4. TAHAPAN PERKEMBANGAN BANK
           Perkembangan bank bila kita pelajari dari “ sarana dan prasarananya, kegiatan operasionalnya , jasa-jasa pelayanan dan ruang lingkup operasioanal “ dibagi atas tiga tahapan yaitu:
  1. Bank Ortodoks
         Pada tahap bank ortodoks ini sarana dan prasarananya, kegiatan operasionalnya, jasa-jasa pelayanannya, dan ruang lingkup operasionalnya sangat sederhana. Hal ini dapat diketahui dari istilah bank atau banco serta definisi bank itu.
         Peirson mengatakan bahwa bank adalah badan usaha menerima kredit, tetapi tidak memberikan kredit; operasinya adalah operasi pasif saja. Karena tidak memberikan kredit, maka uang titipan masyarakat itu merupakan idle money saja atau disimpan saja. Operasi pasif dimaksudkan bahwa bank hanya menunggu masyarakat untk menitipkan uangnya untuk disimpan di bank itu. Bank mengeluarkan premis note bagi orang yang menitipkan / menyimpan uangnya. Pendapatan bank bersumber dari ongkos dan administrasi uang titipan tersebut.
Jadi bank operasionalnya hanya untuk menerima uang titipan saja.


  1. Bank Klasik
         Pada bank klasik ini kegiatan bank semakin meluas dari operasi pasif ke operasi aktif, bukan hanya menerima kredit ( tabungan ) tetapi telah memberikan kredit kepada masyarakat. Ini berarti bahwa tabungan masyarakat itu bukan idle money malah diberikan menjadi kredit. Hal ini dimungkinkan karena adanya factor diversitas artinya saat orang menabung tidak bersamaan dengan orang mengambilnya, sehingga selalu ada uang tabungan yang tertinggal.
Uang tabungan yang tertinggal inilah yang diberikan kredit, bahkan bank telah berani menciptakan kredit. Supaya factor diversitas ini semakin besar, bank berusaha menarik tabungan yang semakin banyak dari beraneka macam sumbernya dengan memberikan bunga kepada penabungnya. Sarana penabungan diperbanyak seperti “rekening giro, deposito, dan buku tabungan”. Penarikan tabungan yang diperbnyak seperti “cek, bilyet giro, wesel cek dan lain-lainnya”. Jasa-jasa perbankan dan lalu lintas pembayaran semakin banyak serta semakin luas, seperti “kliring, inkaso, transfer, dan lain-lainnya”.
         Definisi bank juga berubah seperti dikemukakan oleh para penulis sebagai berukut:
  1. Prof G.M Verryn Stuart
Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang akan kredit baik dengan uang yang diterimanya sebagai petaruhan orang lain, maupun dengan jalan mengeluarkan uang baru sebgai uang kertas atau uang logam.
  1. Somary
Bank adalah yang mengambil kredit dan bertindak aktif menarik kredit kepadanya.
  1. Bank Modern
      Pada bank modern peralatan semakin canggih, peranannya bukan saja menarik tabungan dan pemberian kredit, tetapi telah menjadi alat untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, stabilisator moneter, dinamisator perekonomian, penjamin keberesan dan kelancaran perdagangan dalam dan luar negri.
UU RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bab I Pasal 1 ayat 1.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
  1. Dr. Mohammad Hatta
Bank adalah sandi kemajuan masyarakat dan sekiranya tidak ada bank maka tidak akan dapat kemajuan seperti sekarang ini. Negara yang tidak mempunyai bank ternyata adalah Negara yang amat terbelakang.
  1. Drs. H. Malayu S.P Hasibuan
Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpulan dana, pemberi kredit, memperlancar lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter dan dinamisator perekonomian.
            Jumlah uang beredar ( JUB ) dapat dipengaruhi dengan kebijaksanaan “likuiditas, diskonto, dan pasar terbuka” dan pemecahannya dilakukan dengan analisis rumus Irving Fisher MV=PT.
2.1.5. PERANAN PERBANKAN
            Bank sangat mendukung kemajuan “lalu lintas pembayaran, perdagangan dan pembangunan ekonomi”. Bank ini berperan untuk mengumpulkan dana ( tabungan ) dan menjadi sumber pembayaran modal ( kredit ) kepada perusahaan. Bank sebagai pelaku lalu lintas pembayaran mendorong kemajuan perdagangan barter ke perdagangan uang terus ke perdagangan kredit, sehingga pembangunan ekonomi semakin maju.
            Bahkan dewasa ini bank menjadi jantung dan pusat perekonomian yang harus dimanfaatkan oleh setiap perusahaan, jika perusahaan ingin maju.
Peran Perbankan:
1.      Pengumpulan dana ( tabungan ) dan pemberi kredit.
2.      Tempat menabung yang efektif-produktif bagi masyarakat.
3.      Pelaku lalu lintas pembayaran, bahkan peminjam perdagangan dengan  letter of credit ( L / C ) dan bank garansinya.
4.      Mempelancar dan menghemat waktu pembayaran dengan inkaso, transfer, kliring dan lain-lainnya.
5.      Stabilisator moneter dengan mangatur JUB melalui paket-paket peebankan.
6.      Idle money ( hoarding ) dapat dikurangi, sehingga uang itu lebih produktif bagi pemilik dan biaya pembangunan ekonomi.
7.      Keamanan tabungan akan lebih terjamin.
Dr. Mirza Nurulhuda berkata bahwa bank pada saat ini sudah menempatkan diri pada pusat penghidupan dunian perkonomian. Ini disebabkan karena bank bertanggungjawab untuk mengumpulkan kredit ( dana ) dan memberikan kredit, mengeluarkan uang kartal dan uang giral, mengefektifkan penggunaan uang, alat kebijaksanaan moneter pemerintah yang semuanya ini penting dalam mengatasi soal-soal keuangan Negara.
Pentingnya kedudukan bank dalam perekonomian Negara, tergantung kepada kemajuan bank itu sendiri. Semakin berkembang bank di suatu Negara, maka semakin baik kehidupan perekonomian Negara bersangkutan. Kenyataan dewasa ini kita tidak dapat lagi melepaskan diri dari berhubungan dengan bank untuk mengurus perekonomian yang teratur. Perusahaan dewasa ini diharuskan untuk memanfaatkan jasa bank dalam kegiatan operasionalusahanya, jika perusahaan tersebut ingin maju jika tidak mendapat dukungan yang baik dari bank.
2.1.6.  PENGGOLONGAN BANK
  1. Menurut UU No. 14 Tahun 1967
a.       Berdasarkan jenisnya:
-          Bank sentral
-          Bank umum
-          Bank Pembangunan
-          Bank tabungan
-          Bank Sekunder ( bank pengkreditan rakyat )
b.      Berdasarkan kepemilikannya:
-          Bank milik pemerintah
-          Bank milik pemerintah daerah
-          Bank milik swasta nasional
-          Bank milik koperasi
-          Bank asing / campur
c.       Berdasarkan bentuk hukumnya:
-          Bank berbentuk hukum khusus ( dibentuk berdasarkan UU )
-          Bank berbentuk hukum perusahaan daerah
-          Bank berbentuk hukum perseroan terbatas ( PT )
-          Bank berbentuk hukum koprasi
d.      Berdasarkan kegiatan usahanya:
-          Bank devisa
-          Bank bukan devisa
  1. Menurut UU No. 7 Tahun 1992
a.       Berdasarkan jenisnya:
-          Bank umum
-          Bank Pengkreditan Rakyat
Berdasarkan dengan jenisnya bank menurut UU No. 14 Tahun 1967, jenis bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tidak termasuk Bank Indonesia. Hal ini dapat dipahami, karena pada prinsipnya Bank Indonesia merupakan orang / lembaga Negara yang turut berfungsi mengawasi pelaksanaan undang-undang dimaksud, yaitu dalam kapasitasnya selaku Pembina dan pengawasan bank, sehingga tidak termasuk dalam jenis bank yang diatur oleh UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
b.      Berdasarkan kepemilikannya:
-          Bank milik pemerintah
-          Bank milik pemerintah daerah
-          Bank milik swasta nasional
-          Bank milik koprasi
-          Bank asing / campuran
c.       Berdasarkan bentuk hukumnya:
-          Bank berbentuk hukum persero
-          Bank berbentuk hukum perusahaan daerah
-          Bank berbentuk perseroan terbatas ( PT )
-          Bank berbentuk hukum koprasi
-          Bank berbentuk hukum koprasi
-          Bank berbentuk hukum lainnya
d.      Berdasarkan kegiatan usahanya:
-          Bank devisa
-          Bank bukan devisa
e.       Berdasarkan sistem pembayaran jasa:
-          Bank berdasarkan pembayaran bunga
-          Bank berdasarkan pembayaran berupa pembagian hasil keuntungan ( Bank Muamalat )
2.1.7.      ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN PERBANKAN INDONESIA
Dalam Pasal 2, 3, dan 4 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa:
1.      Asas:
Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
2.      Fungsi
Fungsi utama perbankan adalah sebgai penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat


3.      Tujuan
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kea rah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dalam melaksanakan asas democrat ekonomi industry perbankan Indonesia harus menghindari diri dari cirri-ciri negative yang dinyatakan dalam GBHN, yaitu:
-          sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain;
-          sistem statisme di mana Negara beserta aparatur ekonomi Negara bersifat dominan serta mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi swasta;
-          pemusatan kekuatan industry perbankan pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyrakat.
Sesuai dengan isi UU No. 7 Tahun 1992, pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan didasarkan kepada fungsi utama perbankan sebgai penghimpun dan penyalur dan masyarakat.
Sebagai lembaga perantara, falsafah yang mendasari kegiatan-kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, bank juga disebut sebgai lembaga kepercayaan masyarakat yang cirri utamanya:
  1. Dalam menerima simpanan dari Surplus Spending Unit ( SSU ) bank hanya memberikan pernyataan tertulis yang menjelaskan bahwa bank telah menerima simpanan dalam jumlah dan untuk jangka waktu tertentu;
  2. Dalam menyalurkan dana kepada Defisit Spending Unit ( DSU ) bank tidak selalu meminta agunan berupa barang sebagai jaminan atas pemberian kredit yang diberikan kepada DSU yang telah memiliki reputasi baik.
  3. Dalam melaukan kegiatannya bank lebih banyak menggunakan dana masyarakat dibandingkan dengan modal dari pemilik atau pemegang saham bank.
Sebagai lembaga kepercayaan, bank dituntut untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat, di samping kepentingan masyarakt, di samping kepentingan bank itu sendiri dalam mengembangkan usahanya. Bank juga harus bermanfaat bagi pembangunan ekonomi nasional sesuai dengan fungsinya sebagai agen of development dalam rangka mewujudkan “Trilogi Pembangunan”, yaitu pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas.

2.2.1. MACAM-MACAM USAHA POKOK BANK
Bank pada dasarnya merupakan perantara antara SSU dengan DSU, maka usahanya didasarkan atas empat hal pokok, yaitu:
  1. Denomination Devisibility, artinya bank menghimpun dana dari SSU yang masing-masing nilainya relative kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya akan sangat besar. Dengan demikian bank dapat memenuhi permintaan DSU yang 43 membutuhkan dana tersebut berupa kredit.
  2. Maturity Flexisibility, artinya bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu, cara, dan penarikannya seperti: rekening giro / rekening Koran, buku tabungan, deposito berjangka / sertifikasi deposito, dan lain-lain. Penarikan simpanan juga dilakukan SSU bervariasi, sehingga ada dana-dana yang mengendap. Dana yang mengendap inilah yang dipinjam oleh DSU dari bank bersangkutan. Pemberian kredit kepada DSU harus didasarkan atas yuridis formal dan ekonomisnya.
  3. Liquidity Transformation, artinya dana yang disimpan oleh para penabung ( SSU ) pada bank umumnya bersifat liquid. Karena SSU dapat dengan mudah dicairkannya kembali oleh para penabung sesuai dengan bentuk tabungannya. Untuk menjaga liquiditas ini, maka bank diharuskan menjaga posisi liquiditas wajib minimalnya. Liquiditas wajib minimal bank ditentukan oleh pemerintas atas usul dari Dewan Moneter. Dewan Moneter ini biasanya terdiri dari Mentri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan para direksi Bank Indonesia. Posisi liquiditas bank lebih sulit menentukannya karena harus memperhatikan yuridisnya hanya ditentukan oleh manajernya sendiri berdasarkan pertimbangan ekonomisnya saja.
  4. Risk Diversification artinya bank dalam menyalurkan kredit diberikan kepada banyaknya pihak / debitur dan sector-sektor ekonomi yang beraneka macam sehingga terjadi penyebaran resiko yang dihadapi semakin kecil. Keempat usaha pokok bank di ataslah maka bank disebut sebagai “lembaga kepercayaan”.
Tugas dan usaha pokok bank ditentukan oleh tingkat “status bank bersangkutan”. Menurut statusnya, bank dibagi atas empat tingkat yaitu: “bank sentral , bank devisa, bank nondevisa dan bank perkreditan rakyat ( BPR )”. Semakin tinggi status suatu bank maka tugas dan usaha pokok bank itu semakin banyak pula. Tingkatan status bank ini dapat kita simak dari rumusan tentang bank sebagai berikut:
1.      Bank Sentral / Bank IndonesiaI, adalah bank yang mempunyai otoritas tunggal untuk mencetak dan mengedarkan uang kartal ( kertas dan logam ), pemberian izin bank, coordinator kliring dan bursa valas, pengawasan dan penetuan tingkat kesehatan bank.
2.      Bank Devisa, adalah bank yang dalam aktivitas operasionalnya dapat melakukan lalu lintas pembayaran dalam dan luar negri.
3.      Bank Nondevisa, adalah bank yang dalam aktivitas operasionalnya hanya dalam melalakukan lalu lintastas operasionalnya hanya dalam negeri saja.
4.      Bank Pengkreditan Rakyat, adalah bank yang dalam usahanya mengumpulkan dana, deposito berjangka dan tabungan-tabungan lainnya, tetapi tidak dapat mengedarkan uang giral dan lalu lintas pembayran.
2.2.1. BANK SENTRAL
Bank sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia yang didirikan dengan UU No. 13 Tahun 1968. Menurut Pasal 7 UU tersebut, tugas pokok BI adalah mebantu pemerintah dalam hal:
  1. mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah;
  2. mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja, guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, Bank Indonesia selaku bank sentral mempunyai 4 kewenangan pokok, yaitu:
    1. Kewenangan untuk memberikan / mengeluarkan izin ( power to licence ):
    1. Izin melakukan kegiatan devisa ( sebagai bank devisa dan sebagai pedagang valuta asing )
    2. Izin melakukan kegiatan-kegiatan tertentu ( penyertaan modal pada lembaga keuangan dan penyertaan modal sementara ).
b.      Kewenangan untuk mengatur / menetapkan aturan ( powe to regulate ):
1.      Menetapkan aturan yang diperintahkan oleh undang-untang ( SK / SE, BMPK, SK / SE PTK, SK / SE laporan-laporan bank, dan sebagainya );
2.      Menetapkan aturan pelaksanaan dari ketentuan lain ( SE tentang pendirian bank yang merupakan peraturan lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan Menteri Keuangan ).
c.       Kewenangan untuk membina dan mengawasi bank ( power to control )
1.      Pengawasan pasif ( off site supervision )
2.      Pengawasan aktif ( on site supervision )
d.      Kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atau pengambilan tindakan perbaikan ( power to implement stanction ), yaitu sanksi administrative:
1.      Kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atau mengambil tindakan perbaikan ( power to implement sanction ), yaitu sanksi administrative:
-          Denda / kewajiban membayar;
-          Penyampaian teguran-teguran tertulis;
-          Larangan turut serta dalam kliring;
-          Pembekuan kegiatan usaha;
-          Pencabutan izin usaha
2.      Kepada pihak teralifiasi dapat berupa;
-          Denda / kewajiban menbayar;
-          Penyampaian teguran-teguran tertulis
-          Larangan untuk menjalankan fungsi sebagai direksi atau komisaris bank;
-          Larangan untuk memberikan jasanya kepada perbankan;
-          Penyampaian usulan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut atau membatalkan izin usaha sebagai pemberian jasa kepada bank.
Atas dasar kewenangan yang dimilikinya selaku bank sentral, maka Bank Indonesia menjalankan fungsi-fungsi:
a.       Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang moneter;
b.      Menerbitkan alat pembayaran yang sah dan memelihara sirkulasinya;
c.       Memelihara rekening pemerintah dan melaksanakan hubungan keuangan bagi kepentingan pemerintah;
d.      Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perkreditan dan perbankan;
e.       Memperluas, memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran uang giral dan menyelenggarakan kliring antara bank;
f.       Bertindak selaku bank of rediscount dan banker’s bank;
g.      Memelihara cadangan emas dan devisa nasional.
2.2.2.      BANK UMUM
            Bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Sebagaimana halnya fungsi dan tugas perbankan Indonesia, maka fungsi dan tugas pokok bank umum juga merupakan agen of development yang bertujuan untuk mewujudkan Trilogi Pembangunan, yaitu meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kea rah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
            Dalam rangka melaksakan fungsi dan tugasnya tersebut, bank umum dapat melakukan kegiatan usaha pokok yang meliputi:
a.       Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan / atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.      Memberikan kredit;
c.       Menerbitkan surat pengakuan utang;
d.      Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri meupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah:
-          Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama dari pada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
-          Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud;
-          Kertas perbendaharaan Negara dan surat jaminan pemerintah;
-          Sertifikat Bank Indonesia ( BI )
-    Obligasi;
-    Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 ( satu ) tahun;
-    Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 ( satu ) tahun;
e.       Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah;
f.       Memnempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sara lainnya;
g.      Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga;
h.      Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga ( save deposit box )
i.        Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak ( custodian-ship );
j.        Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k.      Membeli melalui pelelangan anggunan, baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;
l.        Malakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
m.    Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah;
n.      Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-uandangan yang berlaku.
Selain usaha-usaha pokok di atas, bank umum dapat pula melakukan usaha tambahan;
a.       Melakukan kegiatan dalam vatula asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b.      Melaukukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c.       Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
d.      Bertindak sebagai pendiri dana pensiuan dan pengurus dana pensiun dengan memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain usaha yang diizinkan, terdapat usaha-usaha yang dilarang bagi anak bank umum antara lain usaha peransuransian.
2.2.3. BANK PENGKREDITAN RAKYAT
            Bank Pengkreditan Rakyat ( BPR ) adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan / atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pada mulanya tugas pokok BPR diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan serta mengurangi praktek-praktek ijon dan para pelepasan uang. Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, tugas BPR tidak hanya ditujukan pada masyarakat pedesaan, tetapi mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah di daerah perkotaan.
Untuk mewujudkan tugas pokoknya tersebut, BPR dapat melakukan usaha:
a.       Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan / atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.      Memberikan kredit;
c.       Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah;
d.      Menetapkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan / atau tabungan pada bank lain.
Usaha-usaha yang dilarang bagi BPR meliputi:
a.       Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu-lintas pembayaran atau LLP;
b.      Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali melakukan transaksi / jual beli uang kertas asing ( monay changer );
c.       Melakukan penyertaan modal;
d.      Melakukan usaha perasuransian, dan
e.       Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas.
2.2.4. BANK DEVISA
            Bank devisa adalah bank umum yang dapat memberikan pelayanan lalu lintas pembayaran dalam dan luar negeri. Bank devisa ini harus memperoleh izin dari Bank Sentral atau Bank Indonesia untuk melakukan usaha perbankan dalam valas baik transaksi ekspor-impor maupun jasa-jasa valuta asing lainnya.
Tugas dan usahanya adalah:
1.      Melayani lalu lintas pembayaran dalam dan maupun luar negeri;
2.      Melayani pembukaan dan pembayaran L / C;
3.      Melakukan jual-beli valuta asing ( valas );
4.      Mengirim dan menerima transfer dan inkaso valas;
5.      Membuka atau membayar traveler cheque ( TC );
6.      Menerima tabungan valas;
7.      dan lain-lalinnya.
            Tugas dan usahanya ini baru dapat dilakukan, jika bank devisa tersebut punya bank koresponden (  correspondency relationship ) di Negara asing itu.
            Bank Koresponden adalah bank devisa yang ditunjukan oleh bank responden untuk mewakili dan melaksanakan tugas-tugasnya di Negara asing bersangkutan. Bank koresponden ini dibedakan atas Depository correspondent bank adalah jika responden ( remitting ) bank membuka rekening giro pada bank koresponden bersangkutan. Bank pengirim ( remitting bank ) dapat menyalurkan transaksi lalu lintas pembayarannya melalui Depository correspondent bank atas beban rekening bank pengirim ( rekening nostro ) itu.
            Rekening Nostro adalah rekening giro suatu responden ( remitting ) bank pada bank koresponden, biasanya di bank sentral pada ibu kota Negara asing bersangkutan.
            Rekening Vostro adalah rekening giro bank devisa luar negeri yang ada di bank devisa dalam negeri, biasanya di bank sentral atau Bank Indonesia Pusat Jakarta.
            Non depository correspondent bank adalah apabila responden bank tidak membuka rekening giro pada bank responden itu.

2.2.5.      BANK ISLAM
2.2.5.1. Prinsip Bank Syariah Islam
      Bank Islam atau Bank Muamalat atau bank bagi hasil, adalah bank yang beroprasi sesuatu dengan prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tata cara beroprasinya mengacau pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.
-          Induk dan pengaturannya didasarkan pada UU No. 7 Tahun 1992.
-          Latar belakangnya, adanya suatu keyakinan dalam agama islam.
-          Merupakan suatu alternative atau perbankan dan khususnya pada bagi hasil semata-mata.
-          Tujuannya adalah melihat filosofi didirikan bank bagi hasil.
2.2.5.2   Produk-produk Bank Muamalat
Produk-produk kegiatan operasional bank Islam, yaitu pengumpulan dana dan penyaluran dana. Pengumpulan dan penyaluran dana hanya didasarkan atas bagi hasil yang ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah saja.

2.2.5.3   Pengumpulan Dana
1)      Network Bank Muamalat Indonesia, yaitu modal setorr dan laba ditahan
2)      SPBU Islam
3)      Wadiah, yaitu amanah ( save deposit services ) dan dhamanah ( giro dan tabungan )
4)      Mudharabah, yaitu deposito bagi hasil dan PLBI ( koprasi ) Bank Indonesia
Sifat-sifat Giro Wadiah:
1.      Giro wadiah, merupakan titipan ( wadiah yad’ad dhamanah ) yang seizing penitipan dapat dipergunakan oleh bnak.
2.      Sebagai konsekuensi dari yad’ad dhamanah ( menjamin keutuhan dana )
3.      Merupakan salah satu cara penyimpanan dana, alat pembayaran giral dengan menggunakan media cek, bilyet giro dan perintah bayar lainnya.
4.      Bank atas kehendaknya sendiri, tanpa perjanjian dan understanding di muka dapat memberikan semacam bonus kepada para nasabahnya.


Contoh:
Saldo rata-rata rekening giro wadiah nasabah X di BMT IQTISADUNA sebesar     Rp 1.000.000,00 ( saldo minimum untuk mendapatkan bonus ). Besarnya bonus untuk nasabah giro wadiah sebesar 25%. Total rata-rata saldo giro wadiah di bank itu, misalnya Rp 200.000.000,00 dan keuntungan yang diperoleh dari giro wadiah sebanyak Rp 8.000.000,00. Nasabah giro wadiah pada akhir bulan akan menerima bonus sebesar:
Bonus = Rp1.000.000,00 X Rp8.000.000.,00 X 25%  = Rp 10.000,00 (sebelum pajak)
             Rp 200.000.000,00
Sifat-sifat Deposito Mudharabah:
1.      Deposito Mudharabah, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu ( jatuh tempo ) dengan mendapatkan imbalan bagi hasil
2.      Imbalan dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan ( revenue sharing ) atas penggunaan dana itu secara syariah dengan rasio pembagian pendapatan, misalnya 60% : 40% yakni 60% untuk deposan 40% untuk bank.
3.      Jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.

Contoh:
Deposan Mustika FD mempunyai deposito mudharabah di BMT IQTISADUNA sebanyak Rp 10.000.000,00 untuk 1 bulan. Pembagian hasil ditetapkan dengan perbandingan 60% : 40%. Jumlah deposito mudharabah di BMT IQTISADUNA, misalnya Rp 1.000.000.000,00 dan ketentuan yang diperoleh dari dana deposito mudharabah adalah Rp 15.000.000,00. Pada saat jatuh tempo deposito, Mustika FD akan memperoleh bagi hasil sebesar:

Rp 10.000.000,00___ X Rp 15.000.000,00X60%= Rp90.000,00 ( sebelum pajak )
Rp 1.000.000.000,00
Sifat-sifat Tabungan Mudharabah
1.      Tabungan Mudharabah ( TABAH ), adalah simpanan pihak ketiga di bank islam yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian
2.      Dalam hal ini bank islam bertindak sebagai mudharib dan depositan sebgai shohib al mal
3.      Bank sebagai mudharib akan membagi keuntungan kepada shahib al mal sesuai dengan nisbah yang telah disetujui bersama.
Pembagian keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut.
Contoh:
Saldo rata-rata tabungan mudharabah nasabah ( X ) di BMT IQTISADUNA sebesar            Rp 500.000,00. Nisbah bagi hasil 50% : 50%. Total saldo rata-rata dana tabungan mudharabah di BMT IQTISADUNA Rp 100.000.000,00 dan keuntungan yang diperoleh dari tabungan ( profit distribution ) sebesar Rp 3.000.000,00. Pada akhirnya bulan nasabah ( X ) akan menerima dana bagi hasil:
Rp 500.000,00____ X Rp3.000.000,00X50% = Rp7.500,00 ( Sebelum Pajak )
Rp 100.000.000,00
               Penyaluran Dana
1)      Margin Income ( cost + mark up )
-          Murabhaha ( pembiayaan modal kerja )
-          Al Bai Bitsaman Ajil ( pembiayaan investasi )
-          SPBU Islam


2)      Bagi Hasil ( profit sharing )
-          Mudharabah
-          Musyarakah
3)      Al- Qordhul Hasan
            Murabahah berarti oembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan ( 1 bulan, 3 bulan, 12 bulan dan lain-lain ). Pembiayaan murabahah adalah yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi ( inventory . pembiayaan murabahah mirip dengan kredit modal kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank komersial dan pembiayaan murabahah berjangka di bawah 12 bulan.

Contoh:
Pengusaha ( X ) mengajukan  permohonan pembiayaan murabahah ( modal kerja ) untuk pembelian barang senilai Rp 100 juta. Setelah dievaluasi oleh bank Islam, usahanya layak dan permohonannya disetujui maka bank Islam akan mengangkat X sebagai wakil bank Islam untuk membeli dana dan atas namanya kemudian menjual barang tersebut kepada ( X ) seharga Rp 120 juta dengan jangka 3 bulan dan dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual telah dilakukan:

1.      Tawar menawar harga jual antara X dan Bank
2.      Harga jual yang disetujui, tidak akan berubah selama jangaka waktu pembiayaan ( dalam hal ini 3 bulan ) walaupun dalam masa tersebut terjadi devaluasi, inflasi menurun maupun perubahan tingkat suku bunga bank di pasar.
Pembiayaan Ijarah
            Ijarah atau pure leasing adalah pemberian kesempatan kepada penyewa untuk mengambil manfaat dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati.
Pembiayaan Al Qordhul Hasan
            Al Qordhul Hasan atau benevolent loan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban social semata-mata yang dalam hal ini si peminjam tidak dituturkan untuk mengambil kecuali modal pinjaman.
Sementara itu kegiatan nondana Bank Muamalat adalah:
a.       Alkafalahal-Dhamanah ( bank garansi )
b.      Al Wakalah
-          Jasa penerbitan L / C local
-          Jasa transfer
-          Save deposit box
-          Inkaso local
-          dan sebagainya.
2.3. Pengertia Kredit
            Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 12, kredit adalah penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
            Kredit berasal dari bahasa Yunani, credere, yang berarti kepercayaan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang ( atau penundaan pembayaran ). Apabila orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga.
            Menurut Drs. OP. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi ( misalnya uang, barang ) dengan balas perstasi ( kontraprestasi ) yang akan terjadi pada waktu yang akan dating. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditu dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas di dasarkan atas komponen kepercayaan, resiko,dan pertukaran ekonomi dimasa-masa akan dating.
            Secara umum kredit di artikan sebagai “The ability to borrow on the opinion concevide by the lender that he will be repaid”.
            Dari uraian diatas dapat ditemukan sedikitnya ada 4 ( empat ) unsur kredit, yaitu seperti digambarkan dibawah ini:
 







            Intisari dari kredit adalah unsur kepercayaan. Unsur kepercayaannya adalah mempunyai pertimbangan tolong-menolong. Selain itu, dilihat dari pihak kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi; sedangkan dipandang dari segi debitur, adalah adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhan yang berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi dengan kontraprestasi tersebut ada suatu masa yang memisahkannya. Kondisi ini mengakibatkan adanya resiko yang berupa ketidaktentuan, sehingga oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut.
1.      Kepercayaan. Di sini berarti bahwa si pemberi kredit yakin bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.
2.      Tenggang waktu, yaitu waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
3.      Degree of risk, yaitu resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisakan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin panjang waktu kredit yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat resikonya, sehingga terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Karena adanya unsur resiko ini maka dibutuhkan jaminan dalam pemberian kredit.
4.      Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan pada uang maka transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek pengkreditan.

2.3.1.      Para Pihak dalam Kredit
            Para pihak dalam kredit pada dasaranya hanya ada 2 ( dua ) yaitu, pihak kreditur ( Bank ) dan pihak debitur. Namun masalahnya akan menjadi lain apabila barang jaminan diberikan oleh pihak ketiga yang turut serta yang menandatangi perjanjian kredit ( hutang-piutang ) atau personal guarantee diberikan oleh pihak ketiga. Jadi disini pihak ketiga bertindak sebagai penjamin.
            Hal tersebut akan berdampak luas apabila debitur wanprestasi. Dalam kasus ini peran pihak ketiga akan Nampak sekali.
2.3.2.      Fungsi Kredit
            Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik pada bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapatkan kredit harus dapat menunjukan prestasi yang lebih tinggi pada kemajuan usahanya itu, atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan ojek kredit, dan secara spiritual mendapatkan kepuasan karena dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.
            Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomi membawa pengaruh yang lebih baik, bagi pihak debitur dan kreditu, mereka sama-sama memperoleh keuntungan, dan juga mengakibatkan ketembahan penerimaan Negara dari pajak, serta membawa dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.
            Kredit dalam kehidupan perekonomian sekarang, dan juga dalam perdagangan, mempunyai fungsi sebagai berikut:
1.      Meningkatkan daya guna uang
2.      Meningkatkan perederan dan lalu lintas uang
3.      Meningkatkan daya guna dan peredaran barang
4.      Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi
5.      Meningkatkan kegairahan berusaha
6.      Meningkatkan pemrataan pendapatan
7.      Meningkatkan hubungan internasional
2.3.3.      Jenis Kredit
            Kredit bersal dari beberapa jenis bila dilihat dari berbagai pandangan. Dalam hal ini macam atau jenis kredit yang ada juga tidak bisa dipisahkan dari kebijaksanaan pengkreditan yang digariskan sesuai dengan tujuan pembangunan. Pada mulanya kredit didasarkan pada kepercayaan murni, yaitu berbentuk kredit perorangan karena kedua pihak saling mengenal. Dengan berkembangnya waktu maka berkembang pula unsur-unsur lain yang menjadi landasan kredit, sehingga berkmbang berbagai jenis kredit seperti yang ada sekarang ini.
            Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu dari kriteria lembaga pemberian-penerima kredit, jangka waktu serta pengumuman kredit, kelengkapan dokumen perdagangan, atau dari berbagai kriteria lainnya.
            Dari segi lembaga pemberi-penerima kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis kredit dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:
1.      Kredit perbankan kepada mesyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau kosumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank suwasta kepada dunia usaha guna membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.
2.      Kredit liquiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank Sentral kepada bank-bank yang beroprasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan pengkreditannya. Kredit ini dilaksanakan Bank Indonesia dalam rangka melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan Pasal 29 UU Bank Sentral Tahun 1968, yaitu memajukan urusan pengkreditan dan sekaligus bertindak sebagai pengawas atas urusan kredit tersebut. Dengan demikian Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk menetapkan batas-batas kuantitatif dan kualitatif dibidang pengkreditan bagi perbankan yang ada.
3.      Kredit langsung. Kredit ini di berikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah, atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.
Dari segi tujuan penggunaannya, kredit dikelompokan mejadi:
1.      Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank suwasta kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari.
2.      Kredit produktif, bank kredit investasi maupun kredit ekspoitasi. Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap; yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspensi. Adapun jangka waktunya 5 tahun atau lebih. Di Indonesia jenis kredit investasi ini mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1969, bersamaan dengan dimulainya Repelita I, sebagai penunjang program industrialisasi yang mulai dilancarkan pemerintah. Kredit ekspolitasi adalah kredit yang di tujukan untuk pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi, serta piutang, dengan jangka waktu yang pendek. Di Indonesia jenis ini boleh dikatan sudah dilakukan sejak lama, yaitu sejak 1950-an.
3.      Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif ( semi konsumtif dan semi produktif ).
Dari segi dokumen kredit sangat terikat dengan dokumen-dokumen berharga yang memiliki substitusi nilai sejumlah uang, dan dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit. Kredit ini banyak digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi dagang jarak jauh. Jenis kredit ini terdiri dari:
1.      Kredit Ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor. Bisa dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung, seperti pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek maupun kredit investasi untuk jenis industry yang berorientasi ekspor.
2.      Kredit Impor.
Dari segi besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika, sector yang digeluti, asset yang dimilik, dan sebgainya, maka jenis kredit dikelompokkan menjadi:
1.      Kredit Kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. Jenis kredit ini digalakkan melalui kebijaksaan Januari 1990, yang antara lain mengharuskan bank-bank menyalurkan 20% kreditnya kepada kegiatan usaha kecil ( Kredit Usaha Kecil ), yang realisasinya dijadikan sebgai salah satu faktor penilai kesehatan bank. Yang termasuk dalam usaha kecil adalah kegiatan usaha yang asetnya diluar tanah dan bangunan yang ditempati, tidak lebih dari Rp 600.000.000,00. Maksimum kredit yang dapat diberikan adalah Rp 200.000.000,00. Ketentuan ini kemudian diperbaiki melalui deregulasi Mei 1993, dimana pagu Kredit Usaha Kecil dinaikkan menjadi Rp 250.000.000,00. Jenis Kredit Usaha Kecil merupakan andalan pemerintah dalam rangka pemerataan, mengingat sejak keluarnya Kebijaksaan Januari 1990, Kredit Investasi Kecil ( KIK ) dan Kredit Modal Kerja Permanen ( KMKP ) dihapuskan. Misi KUK adalah pemrataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
2.      Kredit Menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha kecil.
3.      Kredit Besar.
Dari segi waktunya, kredit dikelompokkan menjadi:
1.      Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembelian, dan kredit wesel.
2.      Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun.
3.      Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka rehabilitas, ekspansi ( perluasan ), dan pendirian proyek baru.
Dari segi jaminannya, kredit dapat dibedakan menjadi:
1.      Kredit tan[a jaminan, atau kredit blangko (unsecured loan). Kredit ini menurut Undang-Undang Perbankan Tahun 1992 mungkin saja bisa direalisasikan karena UU Perbankan Taun 1992 tidak secara ketat menentukan bahwa pemberi kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Sebaliknya menurut UU Pokok-pokok Perbankan Tahun 1967 yang digantikannya, pemberian kredit tanpa jaminan ini dilarang, sesuai denagn Pasal 24 ayat ( 1 ), bahwa Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga.
2.      Kredit dengan jaminan (secured loan), di mana untuk kredit yang diberikan pihak kreditur mendapat jaminan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya. Di dalam memberikan kredit, bank menanggung resiko dehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut maka diperlukan jaminan. Adapun bentuk jaminannya dapat berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.

Dari berbagai hal dan jenis-jenis kredit perbankan, maka yang enting untuk digaris-bawahi adalah ditinjau dari segi tujuan penggunaannya.

2.4. PERJANJIAN KREDIT MERUPAKAN PERJANJIAN PENDAHULUAN
            Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan ( pactu de contrahendo ). Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian hutang-piutang ( perjanjian pinjam-mengganti ). Sedang perjanjian hutang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. Kiranya uraian masalah ini cukup jelas jika arti pendahuluan pada perjanjian kredit dibedakan dengan arti pelaksanaan perjanjian hutang piutang.
            Ada beberapa perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian hutang-piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit bersifat konsensuil sedang perjanjian hutang piutang bersifat rill.
            Rill berarti bahwa perjanjian baru ada setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit diserahkan secara nyata pada debitur.
           
Perbedaan antara Perjanjian kredit dan Perjanjian Hutang-Piutang
No.
Macam Perbedaan
Perjanjian Kredit
Perjanjian Hutang Piutang
1.

2.
Dari segi yuridisnya

Dari sifatnya
Pendahuluan ( pokok )

Konsensuil
Runtut ( ikutan )

Rill

            Karena perjanjian merupakan perjanjian pokok maka perlu mendapat perhatian yang serius baik oleh bank sebagai kreditur maupun nasabah sebagai debitur.
2.4.1.      Dasar Hukum Peraturan Perjanjian Kredit
            Sampai saat ini ruang lingkup perangkat aturan hukum mengenai perjanjian kredit adalah sebagai berikut:
a.       Hukum Perdata Bab XIII, mengenai perjanjian pinjam-meminjam uang
b.      UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 ( UU Perbakan )
1)      Pasal 1 ayat 12 tentang perjanjian kredit
2)      Perjanjian pajak piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk pembeliandan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan-tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri
3)      Perjanjian kartu kredit, yaitu perjanjian dagang dengan mempergunakan kartu kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui penerbitan kartu  kredit
4)      Perjanjian sewa guna usaha, yaitu perjanjian sewa menyewa barang yang berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu atau melakukan jual beli
c.       Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar ( Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80 )
d.      Perjanjian meminjam dalam Undang-undang melepas uang
e.       Perjanjian pinjam uang di dalam Undang-undang Riba ( Wolker Ordonantil S. 193. N: 524 )
Dari rumusan yang terdapat di dalam UU Perbankanmengenai perjanjian kredit dapat disimpulkan bahwa dasar dari perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam KUH Perdata. KUH Perdata Pasal 1754 menyatakan bahwa:
Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula
            Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas, yaitu bahwa objeknya adalah benda yang habis pakai. Jika dipakai istilah verbruiklening maka termasuk di dalamnya adalah uang.
2.4.2.      Jenis Perjanjian Kredit
            Secara yuridis ada 2 ( dua) jenisperjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan bank dalam memberikan kreditnya, yaitu:
1.      Perjanjian/pengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan, dan
2.      Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris ( notariil ) atau akta otentik
2.4.2.1. Akta/perjanjia kredit di bawah tangan
            Yang dimaksud denagn akta perjanjian kredit di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya diantara mereka (kreditur dan debitur ) tanpa notaries.
            Lazimnya dalam penandatanganaan akta perjanjian kredit, saksti turut membubuhkan tanda tangannya karena saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata.



2.4.2.2. Akta/perjanjian kredit notariil ( otentik )
            Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit notarill ( otentik ) adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan notaries.
            Adapun akte otentik adalah suatu akte undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akte dibuat.
            Dari ketentuan atau definisi akta otentik tersebut di atas dapat ditemukan beberapa hal:
Pertama:
            Yang berwenang membuat akta otentik adalah notaries, terkecuali wewenang tersebut diserahkan pada pejabat lain atau orang lain.
            Pejabat lain yang dapat membuat akta otentik adalah misalnya seorang panitera dalam siding pengadilan, seorang jurusita dalam membuat exploit seorang jangka atau polisi dalam membuat pemeriksaan pendahuluan, seorang pegawai catatan sipil yang membuat akta kelahiran atau perkawinan, atau pemerintah dalam membuat peraturan, sedang orang lain adalah yang dikenal sebagai onbezoldigde-hulpmagistraten ex pasal 39 ( ^ ) HIR  yang dapat pula membuat proses verbal suatu akta otentik.

Kedua:
            Akta otentik dibedakan dalam: (1) yang dibuat “ oleh “ dan (2) yang dibuat “di hadapan” pejabat umum.
            Dengan adanya perbedaan antara “ di buat oleh “ dan “ di buat dihadapan “ notaries, maka ilmu pengetahuan membedakan akta otentik itu antara “ proses verbal akta “ yang dibuat “ oleh “ dan “ party akta “ yang dibuat “ di hadapan “ notaris.
              Jika dalam hal “ membuat proses verbal akta” adalah menulis apa yang dilihat dan yang dialami sendiri oleh seorang notaries tentang perbuatan ( handeling ) dan kejadian ( daadzaken ), membacadan menandatangani hanya), membacadan menandatangani hanya bersama para saksi akta tersebut di luar hadirnya atau karena penolakan para penghadap, maka dalam hal “ membuat party akta “, notaris membaca isi akta tersebut, disusul oleh penandatanganan akta oleh para penghadap dan para saksi, terakhir oleh notaris itu sendiri.
Ketiga:
            Isi dari akta otentik adalah: (1) semua “perbuatan” yang oleh undang-undang diwajibkan dibuat dalam akta otentik, (2) semua “perjanjian” dan “penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan.
            Suatu akta otentik dapat berisikan suatu “ perbuatan hukum “ yang diwajibkan oleh undang-undang. Jadi bukan perbuatan oleh seorang notaries atas kehendaknya sendiri, misalnya membuat testmen, perjanjian kawin ataupun membuat akta tentang pembentukan suatu PT, dapat pula berisikan suatu perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak, misalnya jual-beli, sewa-menyewa atau penguasaan ( beschikking ), misalnya pemberian.
Keempat:
            Akta otentik memberikan kepastian mengenai atau tentang penanggalan. Seorang notaris memberi kepastian tentang penanggalan daripada aktanya yang berarti bahwa ia berkewajiban menyebut dalam akta bersangkutan, tahun, bulan, dan tanggal pada waktu mana akta tersebut dibuat.
            Pelanggaran daripada kewjiban tersebut berakibat akta tersebut kehilangan sifat otentiknya dan dengan demikian hanya berkekuatan akta di bawah tangan ( pasal 25 S. 1860-3 ) Reglemen tentang jabatan notaris di Indonesia.
            Mnegenai akta perjanjian kredit notariil/otentik ini, ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu:
2.4.3.3. Kekuatan Pembuktian
Pada suatu akta otentik terdapat 3 ( tiga ) macam kekuatan pembuktian:

Pertama:
Membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalamakta tadi ( kekuatan pembuktian formal ).

Kedua:
Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan disitu telah terjadi ( kekuatan pembuktian material atau yang kita namakan kekuatan pembuktian mengikat ).

Ketiga:
Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah pihak tersebut sudah menghadap dimuka pegawai umum ( notaris ) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut ( kekuatan pembuktian keluar ). 
2.4.3.4. Grosse Akta Pengakuan Hutang
Kelebihan lain daripada akta perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang dibuat secara notariil (otentik ) adalah dapat dimintakan Grosse Akta Pengakuan Hutang tersebut. Grosse akta pengakuan hutang ini mempunyai kekuatan eksekutorial, artinya disamakan dengan keputusan hakim yang oleh bank diharapkan pelaksanaan eksekusinya tidak perlu lagi melalui proses gugatan yang biasanya menyita waktu lama dan memakan biaya yang besar.
2.4.3.5. Ketergantungan terhadap Notaris
Ada sesuatu hal yang harus benar-benar diingat, yaitu bahwa notaries sebagai pejabat umum tetap juga sebagai seorang manusia biasa sehingga didalam mengadakan perjanjian kredit atau pengakuan hutang oleh atau dihadapan notaris, tetap dituntut berperan aktif guna memeriksa segala aspek hukum dan kelengkapan yang diperlukan.
Kemungkinan terjadi kesalahan atau kekeliruan atas suatu perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang dibuat secara notariil tetap ada. Dengan demikian Account Officer tidak boleh secara mutlak bergantung kepada notaris, melainkan notaris harus dianggap sebagai mitra atau rekan dalam pelaksanaan suatu perjanjian kredit atau pengakuan hukum. Dalam hubungan ini bank akan meminta notaris yang bersangkutan untuk berpedoman kepada model perjanjian kredit yang telah ditetapkan oleh bank. Di samping itu Account Officer tetap mengharapkan legal opinion dari notaris setiap akan mengadakan pelepasan kredit, sehingga notaris dalam hal ini dapat berperan sebagai salah satu unsure filterasi daripada legal asect suatu pelepasan kredit.



2.4.5.      Bentuk Perjanjian Kredit dan Permasalahannya
            Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standar contractz ). Masalah perjanjian baku ini sudah lama menjadi masalah, akan tetapi belum mendapat perhatian dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Kelemahan dari perjanjian baku ini ialah mengenai sifat ( karakternya ), karena ditentukan secara sepihak dan didalamnya ditentukan sejumlah klausul yang membebaskan kreditur dari kewajibannya ( eksonerasi klausul ).
            Setidak-tidaknya selama peraturan tentang perjanjian ini belum diterbitka, maka perjanjian baku ini perlu diawasi oleh pemerintah. Sebenarnya jika dilihat dari situasi dimana perjanjian kredit itu disusun secara sepihak oleh perbankan adalah tidak logis karena kepentingan kreditur tidak dilindungi oleh perjanjian itu. bahkan yang nyata-nyata tampak ialah sejauh mana kepentingan debitur ( peminjam ) dilindungi karena debitur tidak mempunyai hak untuk mengubah atau memodifikasi perjanjian baku itu. perjanjian ini dapat disebut sebagai perjanjian paksaan atau all contract atau take it or leave it contract.
            Padahal untuk sahnya suatu perjanjian, perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1.      Mereka sepakat mengikatkan dirinya
2.      Mereka mempunyai kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.      Mereka mempunyai suatu hak tertentu
2.4.6.       Ada suatu sebab yang halal
Adapun perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri atau tidak memenuhi kecakapan untuk membuat suatu perikatan, perjanjian akan menjadi tidak sah.menurut teori hukum perjanjian maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan ( vernietigbaar ). Sedangkan apabila tidak memenuhi syarat-syarat suatu hal tertentu atau tidak memenuhi suatu sebab yang halal, perjanjian adalah batal demi hukum ( van rechtswage nietig ).
Banyaknya perjanjian dilakukan didalam masyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis, mengenai jual-beli barang dan jasa atau hutang-piutang dan sebagainya. Pada hakikatnya orang bebas mengadaka perjanjian apapun bentuknya, apapun isinya, asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dantidak bertentangan dengan ketertiban umum.
Demikian dapat dikatakan adanya kebebasan berkontrak seperti tersirat dalam pasal 1338 KUH Perdata.
Namun bagaimanapun juga perjanjian itu mengikat, dan masing-masing pihak harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah dijanjikan dalam perjanjian itu.
Manusia adalah manusia yang umumnya ingin mencari keuntungan sendiri dengan jalan mengurangi tanggung jawabnya, meringankan bahkan kalau mungkin menghapuskan sama sekali tanggung jawabny dalam ikatan perjanjian yang dibuatnya.
Maka dari itu di dalam banyak perjanjian kadang-kadang kita membaca syarat-syarat yang dicantumkan dalam perjanjian itu yang maksudnya terutama ialah ingin menghapuskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak dalam perjanjian itu. Kadang-kadang pihak lain telah mengetahui syarat-syarat itu, namun acuh tak acuh seperti seolah-olah  tidak akan terjadi apa-apa terhadap akibat dari perjanjian itu. Kadang-kadang orang mengambil sikap apa boleh buat karena adanya kebutuhan yang mendesak sehingga ia terpaksa menandatangani perjanjian itu.
Dewasa ini syarat-syarat eksonerasi yang demikian telah mengambil tempat dalam banyak perjanjian, antara lain perjanjian pengangkutan, perjanjian perdagangan, perbankan, sewa-menyewa, sewa-beli, perjanjian kredit, asuransi dan sebagainya.
Banyaknya perjanjian yang dbuat dengan syarat-syarat eksonerasi itu mengakibatkan munculnya berbagai masalah yang sering merugikan pihak debitur sering tidak tahu adanya syarat-syarat itu atau terpaksa menyetujui syarat-syarat itu.  
Karena diatas telah disebutkan bahwa pihak-pihak dalam perjanjianadalah bebas menentukan bentuk, isi dan luasnya perjanjian, sahnya syarat eksonerasi yang dibuat dalam perjanjian itu? Kalau orang suddah menandatangani suatu perjanjian berarti ia setuju dengan apa yang tercantum dalam perjanjian itu. Namun demikian sampai dimana syarat-syarat eksonerasi yang dicantumkan dalam perjanjian itu bisa dianggap batal?
Kalau akhir-akhir ini Lembaga Konsumen Indonesia sering mengadakan diskusi, bersimposium, seminar dan memberikan berbagai ceramah yang maksudnya ingin melindungi konsumen, sampai sejauh mana perlindungankonsumen itu dapat terwujud dalam hubungannya dengan syarat-syarat eksonerasi yang dibuat oleh seorang prinsipal terhadap perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya ( pihak ke-3 ).
Untuk masalah-masalah tersebut diatas perlu ada pembahasan yang mendasar dan umum, agar pihak-pihak yang membuat perjanjian lebih berhati-hati terhadap syarat-syarat mana yang diperbolehkan, dengan demikian tidak akan timbul kekecewaan antara para pihak, lebih-lebih bagi masyarakat pada umumnya.
Keberadaan dan Keberatan-keberatan atas Perjanjian Standar
            Perjanjian standar dalam praktek modern sudah bukan barang baru, demikian pula di Indonesia. Praktek penggunaan perjanjian standar dalam kehidupan masa kini, yang menuntut gerak langkah hidup yang cepat, rupanya tidak dapat dibendung, bahkan ada yang meramalkan akann cenderung terus meningkatkan meskipun kita dengar di sana-sini ada keluhan atau paling tidak rasa kurang puas.
               Pertama-pertama dikatakan bahwa dengan perjanjian standar ada sebagian dari kebebasan berkontrak yang hilang. Janji atau klausula dalam perjanjian telah ditentukan secara sepihak sehingga pihak yang lain tinggal menerima atau menolak. Itulah sebabnya perjanjian standar disebut juga perjanjian adhesive (adhesive contracten ). Pada perjanjian standar tertentu – di mana salah satu pihaknya adalah Negara atau perjanjian yang adanya ditentukan oleh Negara – malahan tidak ada pilihan sama sekali; mereka terpaksa “menutup perjanjian” tersebut. Kadang-kadang sisa pilihan tinggal memilih salah satu – dari sekian perusahaan yang telah ditentukan – sebagai lawan janjinya. Keberatan yang ini bagi pembicara kita tidak relevan dan karenanya tidak akan kita bahas lebih lanjut.
            Juga dikemukakan unsur bahwa dalam kenyataannya ( defacto ) “isi perjanjiannya tidak diketahui” oleh pihak yang disodori perjanjian standar; ini menjadi salah satu alasan pokok keberatan. Dan katanya, bahwa kalaupun mereka tahu isinya, belum tentu mereka tahu maksud dan jangkauan daripada klausula-klausula yang ada di sana. Ada yang merinci keberatan-keberatannya, antara lain telah dituangkan dalam suatu formulir, isinya tidak diperbincangan lebih dahulu: pihak yang disodori perjanjian standar “terpaksa” menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah dan karenanya disebut dwangcontracten, dimana kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 sudah dilanggar. Perjanjian ( standar ) kredit merupakan pencetusan dari kekuatan ekonomi bank sebagai pemberi kredit yang “menekan” penerima kredit. Ada pula yang menyebutkan bahwa “pelaksanaan syarat-syarat tersebut ada di antaranya menjadi tidak normal, tidak berlaku sebagaimana mestinya”.
            Faktor-faktor lain yang biasanya turut diperhitungkan pada waktu mengemukakan keberatan adalah bahwa pihak yang menetapkan perjanjian standar kedudukannya secara ekonomis kebih kuat, dan perjanjian baku tersebut akan menguntungkan pengusaha.
            Untuk jelasnya kita susun saja keberatan-keberatan di atas menjadi sebagai berikut:
ü  Isi dan syarat-syarat sudah dipersiapkan oleh salah satu pihak;
ü  Tidak mengetahui isi dan syarat perjanjian standard an kalaupun tahu tidak mengetahui jangkauan akibat hukumnya;
ü  Salah satu pihak secara ekonomis labih kuat;
ü  Ada unsur “terpaksa” dalam menandatangani perjanjian.
2.4.7.       Isi Perjanjian / Pengikatan Kredit
            Pada prakteknya, bentuk dan isi perjanjian kredit / pengakuan hutang yang ada saat ini masih berbeda-beda antara satu bank dengan bank lainnya. Namun demikian pada dasarnya suatu perjanjian kredit / pengakuan hutang harus memenuhi 6 ( enam ) syarat minimal, yaitu:
1)      Jumlah hutang
2)      Besarnya bunga
3)      Waktu pelunasan
4)      Cara-cara pembayaran
5)      Kalusula opeisbaarheid
6)      Barang jaminan
Apabila keenam syarat tersebut dikembalikan lebih lanjut maka isi dari perjanjian kredit / pengakuan hutang yang termuat dalam pasa-pasal tersebut adalah seperti berikut:
1.      Jumlah maksimum kredit ( plafond ) yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. Dalam praktekm, nak dapat juga memberikan kesempatan kepada debiturnya untuk dapat juga memberikan kesempatan kepada debiturnya untuk menarik dana melebihi plafond kreditnya ( overdraft ).
2.      Cara / media penarikan kredit yang diberikan, yang mana penarikan dana tersebut dilakukan di kantor bank yang bersangkutan dan pembayaran yang dilakukan pada hari dan jam kantor dibuka. Penarikan dan pembayaran mana akan dicatat pada pembukuan bank dan rekening debitur.
3.      Jangka waktu dan cara pembayaran sampai jatuh tempo. Ada 2 ( dua ) cara pembayaran yang lazim digunakan, yaitu; (1) diansur; atau (2) secara sekaligus lunas. Debitur berhak untuk sewaktu-waktu untuk mengakhiri perjanjian tersebut sebelum jangka waktunya berakhir, asal membayar seluruh jumlah yang terhutang, termasuk bunga, denda dan biaya-biaya lainnya.
4.      Mutasi keuangan debitur dan pembukuan oleh bank. Dari mutasi keuangan dan pembukuan bank ini dapatlah diketahui berapa besar jumlah yang terhutang oleh debitur. Untuk itu mutasi keuangan dan pembukuan bank tersebut, yang berbentuk Rekening Koran, diberikan salinannya setiap bulan oleh bank kepada debitur yang bersangkutan.
5.      Pembayaran bunga, administrasi, provesi dan denda ( bila ada ). Kecuali pembayaran bunga, maka pembayaran biaya administrasi dan provisi harus dibayar di muka oleh debitur. Sedangkan denda harus dibayar oleh debitur bila terdapat tunggakan ansuran ataupun bunga.
6.      Klausula opersbarheid, yaitu klausula yang memuat hal-hal mengenai hilangnya kewenangan bertindak atau kehilangan hak bagi debitur untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit atau pengakuan hutang sehingga debitur harus membayar secara seketika dan sekaligus lunas.
Klausula tersebut antalain:
ü  debitur tidak membayar kewajiban secara sebagaimana mestinya
ü  debitur / pemilik jaminan pailit
ü  debitur / pemilik jaminan meninggal dunia
ü  harta kekanyaan debitur / pemilik jaminan dilakukan penyitaan
ü  surcance van betaling
ü  debitur / pemilik jaminan ditaruh di bawah pengamanan ( oreder curatele gestesld ).
7.      Jaminan yang diserahkan oleh debitur beserta kuasa-kuasa yang menyertainya dan persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan ansuran atas barang jaminan tersebut.
8.      Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur dan termasuk hak untuk pengawasan / pembinaan kredit oleh bank.
9.      Biaya akta dan biaya penagihan hutang, yang juga harus dibayar oleh debitur.
Secara lebih luas lagi, mengenai klausul-klausul dari pada suatu perjanjian kredit, berikut ini dapat dilihat pendapat beberapa sarjana.
      Perjanjian kredit yang baik seyogyanya sekurang-kurangnya berisi kalusul-klausul sebagai berikut:
a)      Klausul tentang maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik.
b)      Klausul tentang bunga, commitment fee dan denda kelebihan tarik.
c)      Klausul tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening pinjaman nasabah debitur.
d)     Klausul tentang representation and warranties, yaitu klausul yang berisi pertanyaan-pertanyaan nasabah debitur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah debitur pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi-asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit tersebut.
e)      Klausul tentang condition precedent, yaitu klausul tentang syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah debitur sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan dana bagi kredit tersebut dan nasabah debitur berhak untuk pertama kalinya menggunakan kredit tersebut.
f)       Klausul tentang agunan kredit dan ansuransi barang-barang agunan.
g)      Klausul tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan berlakunya hubungan rekening Koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan.
h)      Klausul tentang affirmative covenants, yaitu klausul yang berisi janji-janji nasabah debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit masih berlaku.
i)        Klausul tentang negative covenants, yaitu klausul yang berisi janji-janji nasabah debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit masih berlaku.
j)        Klausul tentang financial covenants, yaitu klausul yang  berisi janji-janji nasabah debitur untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal taraf tertentu.
k)      Klausul tentang tindakan yang dapat diambil oleh bank dalam rangka pengawasan, pengamanan, penyelamatan dan penyelesaian kredit.
l)        Klausul tentang tindakan event of default, yaitu klausul yang menentukan suatu peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding kredit.
m)    Klausul tentang arbitrase, yaitu kalusul yang mengatur mengenai penyelesaian perbedaan pendapat atau perselisihan di antara para pihak melalui suatu badan arbitrase, baik badan arbitrase ad hoc atau badan arbitrase institusional.
n)      Klausul tentang bunga rampai atau klausul yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausul-klausul ini. Termasuk di dalam klausul-klausul ini adalah klausul yang disebut Pasal Tambahan, yaitu klausul yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tambahan yang belum diatur di dalam pasal-pasal lain atau berisi syarat-syarat dan ketentua-ketentuan khusus yang dimaksudkan sebagai syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah tercetak di dalam perjanjian kredit yang baku.
3.      GERAKAN KOPERASI DI INDONESIA
            Cikal bakal koperasi di Indonesia dimula pada tahun 1896 oleh seorang pamong praja Patih R. Aria Wiria Atmaja di Purwokerto yang mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri ( priyai ). Terdorong oleh keinginan untk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi. Maka patih tersebut mendirikan koperasi kredit model  Raif feisen seperti di Jerman. Dengan dibantu oleh asisten Residen Belanda ( pamong praja Belanda ) yang pada waktu cuti berkunjung ke Jerman. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengubah “Bank Pertolongan Tabungan” Mengingat bukan hanya pegawai negeri saja yang menderita melainkan petanipun terjerat pengijon.
            Undang-undang koperasi yang pertama lahir pada tahun 1915 dikenal dengan nama Verordening op de cooperative Vereeningen ( Koninkklijk Besluit 7 April 1915 Stbl No. 431 ),yakni undang-undang tentang perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa, dan bukan khusus Bumi Putra saja. Pada tahun 1920 diadakan Cooperative Commissie ( komisi atau Panitia Koperasi ) yang diketuai oleh Prof, DR. J. H. Boeke. Tugas panitia ini adalah mengadakan penelitian apakah koperasi ini bermanfaat untuk Indonesia ( d/h Nederlandsch Indie ).
            Undang-undang Dasar 1945 menmpatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Atas dasar itu koperasi sebagai suatu perusahaan yang permanen dan memungkinkan koperasi berkembang secara ekonomis. Dengan demikian akan mampu memberikan pelayanan secara terus menerus dan meningkatkan  kepara anggota serta masyarakat sekitarnya, juga dapat memberikan sumbangan yang mendasar kepada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

3.1.GERAKAN KOPERASI SYARIAH
            Koperasi syariah mulai diperbincangkan banyak orang kerika menyikapi semaraknya pertumbuhan Baitul Maal Wattamwil di Indonesia. Baitul Maal Wattamwil yang dikenal sebagai sebutan BMT yang dimotori pertama kalinya oleh BMT Bina Insan Kamil tahun 1992 di Jakarta, ternyata mampu memberi warna bagi perekonomian kalangan akar rumput yakni para pengusaha mikro.
            Kendati awalnya hanya merupakan KSM Syariah ( baca Kelompok Swadaya Masyarakat Berlandasan Syariah ) namun memiliki kinerja layaknya sebuah Bank. Diklasifikasinya BMT sebagai KSM pada saat itu adalah untuk menghindari jerata hukum sebagai bank gelap dan adadnya program PHBK Bank Indonesia ( Pola Hubungan Kerja sama antara Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat ) Hasil Kerjasama Bank Indonesia dengan GTZ sebuah LSM dari Jerman.
            Seiring dengan adanya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk Bank, maka munculah beberapa LPSM ( Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat ) yang memayungi KSM BMT. LPSM tersebut antara lain : P3UK sebagai penggagas awal, PINBUK yang dimotori oleh ICMI dan FES Dompet system perekonomian Indonesia melalui perannya dengan cara memfasilitasi bantuan dana pembiayaan oleh BMI yang merupakan satu-satunya Bank Umum Syariah pada saat itu. Disamping itu diberikan pula bantuan penigkatan skill SDM melalui pelatihan Katalis BMT termasuk akses jaringan software BMT.
            Kemudian, jika melihat pasal 33 ayat ( 1 ) Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahawa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, maka tidak heran muncul lembaga-lembaga yang turut membantu pemerintah dalam hal pengembangan perekonomian Indonesia. Dalam penjelasan pasal ini menyatakan bahwa kemakmuran masyarakat sangat diutamakan bukan kemakmuran orang perseorangan dan bentuk usaha seperti itu yang tepat adalah Koperasi yang didasarkan atas gotong royong, yang artinya bahwa peranan masyarakat maupun lembaga masyarakat harus tetao dilibatkan atas dasar pertimbangan itu maka disahkan Undang-undang RI Nomor 25 tahun 1992 pada tanggal 12 Oktober 1992 “Tentang perkoperasian” oleh Presiden Soeharto.
            Lembaga BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat dengan falsafah yang sama yaitu “dari anggota oleh anggota untuk anggota” maka berdasarkan Undang-undang RI Nomor 25 tahun 1992 tersebut berhak menggunakan badan hukum koperasi, letak perbedaannya dengan koperasi, letak perbedaannya dengan koperasi konvensional ( nonsyariah ) salah satunya terletak pada teknis operasionalnya saja, Koperasi Syariah mengharamkan bunga dan mengusungkan etika moral dengan melihat kaidah halal dan haram dalam melakukan usahanya.
            Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Koperasi Syariah adalah usaha ekonomi yang terorganisir secara mantap, demokratis, otonom partisipatif, dan berwatak social yang operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip yang mengusung etika moral dengan memperhatikan halal atau haramnya sebuah usaha yang dijalankannya sebagaimana diajarkan dalam agama Islam.
            Pada tahun 1994, berdiri sebuah forum komunikasi ( FORKOM ) BMT se-jabotabek yang beranggotakan BMT-BMT di Jakarta, Bogor Tangerang, dan Bekasi  ( Jabotabek ). Forum Komunikasi BMT Sejabotabektersebut sejak tahun 1995 dalam setiap pertemuan bulanannya, berwacana menggagas sebuah paying hukum bagi anggotanya, maka tercetuslah ide pendirian BMT dengan badan hukum koperasi, kendati badan hukum koperasi yang dikenakan masih sebatas menggunakan jenis badan hukum koperasi karyawan yayasan ataupun unit usaha dari KUD. Pada tahun 1998, dari hasil beberapa pertemuan Forum BMT yang anggotanya sudah berbadan hukum koperasi terjadi sebuah kesepakatan untuk pendirian sebuah koperasi sekunder yakni Koperasi Syariah Indonesia ( KOSINDO ) pada tahun 1998, sebuah koperasi sekunder dengan keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 028/BH/M.I/XI/1998, yang diketahui DR. H. Ahmat Hatta, MA yang beranggotakan 30 BMT berbadan hukum koperasi primer yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat dan Lampung.
            Selain KOSINDO berdiri pula koperasi sekunder lainnya seperti INKOPSYAH ( Induk Koperasi Syariah ) yang diprakarsai oleh PINBUK ( Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil ). ICMI, dan KOFESMID ( Koperasi Forum Ekonomi Syariah Mitra Domper Dhuafa ) yang didirikan oleh Dompet Dhuafa Republika.
            Berangkat dari kebijakan pengelolaan BMT yang memfokuskan anggotanya pada sector keuangan dalam hal penghimpunan dana dan pengdayaguanaannya tersebut maka bentuk yang idielnya BMT adalah Koperasi Simpan Pinjam Syariah yang selanjutnya pada tahun 2004 oleh kementrian koperasi disebut KJKS ( Koperasi Jasa Keuangan Syariah ). Berdasarkan keputusan Menteri Koperasi RI No. 91 /Kep/M.KUKM/IX/2004. “Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah”.
            Namun demikian, jika mellihat dari banyaknya akad-akad muamalah yang ada, tidak menutup kemungkinan koperasi syariah dapat berbentuk Koperasi Serba Usaha ( KSU ). Khususnya jika ditinjau dari akad jasa persewaan, gadai dan jual belli secara tunai ( Bai’ Al Musawamah ) Sehingga dapat pula dikategorikan sebagai KSU Syariah. Disisi lain kegiatan usaha pembiayaan anggota dalam bentuk tidak tunai dapat dikategorikan sebagai Unit Simpan Pinjam ( USP ) atau berdasatkan Kep.Men tersebut dinamakan Unit Kasa Keuangan Syariah ( UJKS ) yang merupakan unit dari KSU Syariah tersebut. Karena KSU biasanya hanya diperbolehkan 1 ( satu ) KSU dalam sebuah kelurahan maka beberapa dinas koperasi syariah yang memiliki usaha UJKS dan Unit Rill Lainnya.
            Badan hukum koperasi syariah dianggap sah setelah akta pendiriannya dikeluarkan oleh Notaris yang ditunjuk dan disahkan oleh pemerintah melalui Dinas Koperasi Daerah untuk keanggotaannya wilayah Kabupaten/Kodya, sedangkan untuk keanggotaannya meliputi propinsi harus dibuat di kanwil koperasi propinsi yang bersangkutan.
4.      SUMBER DANA, PRODUK, dan JASA-JASA
4.1.Penghimpunan Dana
            Untuk menumbuh kembangkan usaha Koperasi Syariah, maka para pengurus harus memiliki strategi pencarian dana. Sumber dana dapat diperoleh dari anggota, pinjaman atau dana-dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua jenis sumber dana tersebut dapat diklasifikasikan sifatnya ada yang komersil, hibah atau sumbangan atau sekedar titipan saja. Secara umum, sumber dana koperasi diklasifikasikan sebagai berikut:
4.1.1.   Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak boleh dibedakan antara anggota. Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk kategori akad Musyarokah. Konsep pendirian koperasi syariah tepatnya menggunakan konsep Syirkah Mufawadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Dan tidak diperkenannkan salah seorang memasukan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibandingkan dengan anggota lainnya.
4.1.2.   Simpanan Wajib
Simpanan wajib masuk dalam katagori modal koperasi sebagaimana simpanan pokok dimana besar kewajibannya diputuskan berdasarkan hasil syuro ( musyawarah ) anggota serta penyetorannya dilakukan kontinu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan Koperasi Syariah.
4.1.3.   Simpanan Sukarela
Simpanan anggota merupakan bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memilik kelebihan dana kemudian menyimpannya di Koperasi Syariah.
Bentuk simpanan sukarela ini memiliki 2 jenis karakter antara lain:
  1. Karakter pertama bersifat dana titipan yang disebut ( wadi’ah ) dan dapat diambil setiap saat. Titipan ( wadi’ah ) Amanah dan titipan ( wadiah )  Yad dhomanah.
Titipan ( wadi’ah ) Amanah merupakan titipan yang tidak boleh dipergunakan baik untuk kepentingan koperasi maupun untuk investasi usaha, melainkan pihak koperasi harus menjaga titipan tersebut sampai diambil oleh si pemiliknya. Wadi’ah Amanah yang dimaksud di sini biasanya berupa dana ZIS ( Zakat, infak, dan sedekah ) yang dimiliki oleh 8 asnaf mustahik dan disalurkan baik dalam bentuk mustahik produktif maupun konsumtif. Sementara titipan ( wadi’ah ) Yad dhomanah adalah dana titipan anggota kepada koperasi yang diizinkan untuk dikelola dalam usaha riil sepanjang dana tersebut dapat dikelola maka sepantasnya Koperasi Syariah memberikan kelebihan berupa bonus kepada si penitip, meski tidak ada larangan untuk tidak memberikan bonusnya.
Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah pernah meminta seorang untuk meminjamkannya seekor unta,  maka diberikannya unta qurban. Setelah selang beberapa waktu Abu Rafie diperintahkan Rasulullah untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali berbalik menghadap Rasulullah seraya berkata “Ya Rasulullah untuk sepadan tidak kami temukan, hanya untuk lebih besar dan berumur empat tahun” Rasulullah SAW membalas sambil berkata “Berikan itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar”.
  1. Karakter kedua bersifat investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan mekanisme bagi hasil ( Mudharabah ) baik Revenue Sharing, Profit Sharing maupun Profit and Loss Sharing. Konsep simpanan yang dilakukan dapat berupa simpanan berjangka Mudharabah Mutlaqoh maupun simpanan berjangka  Mudharabah Muqayadah. Mudharabah Mutlaqoh adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana ( Shohibul Maal ) dengan Koperasi Syariah selaku pengusaha ( Mudharib ) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah usaha. Sementara Mudharabah Muqayadah adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dengan Koperasi Syariah selaku pengusaha ( Mudharib ) dimana penggunaan dana dibatasi oleh ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemilik dana. Dan merupakan kebalikan dari Mudharabah Mutlaqoh.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwasannya Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana kepada mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar danannya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah dan diapun memperkenankannya.
4.1.4.   Investasi Pihak Lain
            Dalam melakukan operasionalnya lembaga Koperasi Syariah sebagaimana koperasi konvensional pada umumnya, biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar agar dapat mengembangkan usahanya secara maksimal, prospek pasar koperasi syariah teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh karenanya, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti Bank Syariah maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip Mudharabah maupun prinsip Musyarakah. Prinsip Musyarakah adalah suatu perkongsian atau kerjasama yang dilakukan 2 ( dua ) pihak atau lebih dimana masing-masing pihak memberikan kontribusinya baik sebagian modal maupun ketrampilan usaha. Dengan batasan waktu yang ditentukan dan disepakati bersama kedua pihak.
  1. Penyaluan Dana
5.1.Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya, maka sumber dana yang diperoleh haruslah disalurkan kepada anggota maupun calon anggota. Sifat penyaluran dananya adalah yang berkatagori komersil yakni dengan menggunakan Bagi Hasil ( Mudharabah dan Musyarakah ) dan juga dengan Jual Beli ( Piutang Murabahah, Piutang Salam, Piutang Istisna’ dan sejenisnya ), bahkan ada juga yang bersifat Jasa umum, misalnya pengalihan piotang ( Hawalah ), sewa menyewa barang ( Ijarah ) atau pemberian manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.


5.2.Investasi / Kerjasama
Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. Dalam penyaluran dana dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah Koperasi Syariah bertindak selaku pemilik dana ( Shahibul Maal ) sedangkan penggunaan dana adalah pengusaha ( Mudharib ) kerjasama dapat dilakukan untuk mendanai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk mendanai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk didanai.
Contohnya : untuk pendirian klinik, kantin, toserba, dan usaha lainnya
5.3.Jual Beli ( Al Bai’ )
Pembiayaan jual beli dalam UJKS pada koperasi syariah memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti:
1.      Jual beli secara tangguh antara si Penjual dengan si Pembeli dimana sudah terjadi kesepakatan harga dan sipenjual menyatakan harga belinya dan si Pembeli mengetahui besar keuntungan si Penjual transaksi ini disebut Bai Al Murabahah. Jika si Pembeli membayar secara tunai tetap dinamakan murabahah mengingat modal awalnya sudah diketahui dan jumlah keuntungan yang diterima siPenjual juga diketahui.
2.      Jual beli secara parallel yang dilakukan oleh 3 pihak, sebagai contoh pihak 1 memesan pakaian seragam sebanyak 100 setel kepada Koperasi Syariah dan Koperasi Syariah memesan dari konveksi untuk dibuatkan 100 setel seragam yang dimaksud dan Koperasi membayarnya dengan uang muka dan dibayar setelah jadi, setelah selesai diserahkan ke pihak 1 dan pihak 1 membayarnya baik secara tunai maupun diangsur. Pembiayaan ini disebut Al Bai Istishna. Jika koperasi membayarnya dimuka disebut Bai’ Salam.
5.4.Jasa-Jasa
Disamping produk kerja sama dan jual beli Koperasi Syariah juga dapat melakukan kegiatan jasa layanan antara lain.
5.4.1.      Jasa Al Ijaroh ( sewa )
Jika Al Ijaroh adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Contohnya penyewaan tenda, sound system dan lain-lain.
“para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban Ayah memberikan makan dan pakaian kepada para Ibu dengan cara ma’ruf. Seorang tidak dibebani melaikan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang Ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih ( sebelum dua tahun ) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.” ( Q.S. Al Baqoroh:233 ).
5.4.2.      Jasa Wadi’ah ( Titipan )
Jasa wadi’ah dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan batang dalam Locker karyawan atau penitipan sepeda motor, mobil, dan lain-lainnya.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah ( titipan ) kepada yang berhak menerimanya.” (Q.S An Nisa ayat: 58).
“Berkata Rasulullah SAW “Tunaikanlah amanah ( titipan ) kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu” (HR.Ibnu Umar).
5.4.3.      Hawalah ( Ajak Piutang )
Pembiayaan ini timbul karena adanya peralihan kewajiban dari seseorang anggota terhadap pihak lain dan dialihkan kewajibannya tersebut kepada  Koperasi Syariah. Contoh kasus anggota yang tebelit dengan kartu kredit yang bunganya mencekik dan pihak koperasi menyelesaikan kewajiban anggota tersebut dan anggota membayar kewajibannya kepada koperasi. Hawalah adalah pengalihan hutang dari yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Menunda pembayran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan jika salah seorang dari kamudiikutkan ( dihawalahkan ) kepada orang yang mampu / kaya, maka terimalah hawalah itu. (HR. Bukhori dan Muslim dari riwayat Abu Hurairah).


5.4.5.      Rahn ( Gadai )
Rahn ( Gadai ) timbul karena adanya kebutuhan keuangan yang mendesak dari para anggotanya dan Koperasi Syariah dapat memenuhinya dengan cara barang milik anggota dikuasai oleh koperasi dengan kesepakatan bersama. Pengertian Rahn sendiri adalah menahan salah satu harta milik si Peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Dalam produk gadai ini Koperasi Syariah tidak mengenakan bunga melainkan mengenakan tariff sewa penyimpanan dari barang yang digadaikan tariff sewa penyimpanan dari barang yang digadaikan tersebut seperti contohnya gadai emas.
“Jika kamu dalam perjalanan ( dan bermuamalah tidak secara tunai ) sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang ( oleh orang yang berpiutang ).” ( Q.S Al Baqarah ayat: 283 ).
Dari Anas r.a berkata: “Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau”. ( HR. Bukhori, Ahmad, Nasa’I, Ibnu Majah )

5.4.6.      Wakalah ( Perwakilan )
Jasa ini timbul dari hasil pengurusan sesuatu hal yang dibutuhkan anggotanya dimana anggota mewakilkan urusan tersebut kepada koperasi seperti contohnya: pengurusan SIM, STNK pembelian barang tertentu di suatu tempat, dan lain-lain. Wakalah berarti juga penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandate.
“Jadikanlah aku bendaharawan Negara ( Mesir ). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”. ( Q.S Yusuf ayat: 55 )
“Bahwasannya Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafie dan seorang Anshor untuk mewakilinya mengawini Maimunah Binti Al harits”. ( Al Hadist )
5.4.7.      Kafalah ( Penjaminan )
Jasa ini timbul karena adanya transaksi anggota dengan pihak lain dan pihak lain tersebut membutuhkan jaminan dari koperasi yang anggotanya berhubungan dengannya. Contoh kasus bila para anggotanya mengajukan pembiayaan dari Bank Syariah dimana Koperasi Syariah bertindak sebagai penjamin atas kelancaran angsuran anggotanya. Pengertian kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung ( Koperasi ) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban anggotanya atau yang ditanggung atau seputar mengalihkan tanggung jawab.
“Penyeru-penyeru itu berseru, “kami kehilangan piala raja, barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”. (Q.S Yusuf ayat: 72)
5.4.7.      Qardh ( Pinjaman Lunak )
Jasa ini termasuk katagori pinjaman lunak, dimana pinjaman yang diberikan harus dikembalikan sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan. Kecuali jika anggota mengembalikan lebih tanpa persyaratan dimuka maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima oleh Koperasi Syariah dan dimasukkan ke dalam kelompok dana Qardh ( Baitulmaal-ZIS ). Umumnya sumber dana ini diambil dari simpanan pokok.
6.      Distribusi Bagi Hasil
Distribusi pendapatan yang dimaksud di sini adalah pembagian pendapatan atas pengelolaan dana uang diterima Koperasi Syariah dibagi kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau kepada para pemilik modal yang telah memberikan pinjaman kepada Koperasi Syariah dalam bentuk Mudharabah atau Musyarakah. Sedangkan pembagian yang bersifat tahunan (periode khusus) maka distribusi pendapatan tersebut termasuk katagori SHU (Sisa Hasil Usaha) dalam aturan koperasi.
Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan atai pemberian pinjaman adalah didasarkan kepada hasil usaha riil uang diterima koperasi pada saat bulan berjalan. Umumnya ditentukan berdasarkan nisbah yaitu resiko keuntungan antara Koperasi Syariah dan anggota atau pemberian pinjaman terhadap hasil riil usahanya. Misalnya nisbah 30:70, yaitu jenis simpanan Qurban anggota adalah 30 sedangkan untuk Koperasi 70 terhadap keuntungan bersih Koperasi ( Laba bulan berjalan ). Lain halnya dengan konvensional pendapatan dari jasa pinjaman koperasi disebut jasa pinjaman (bunga) tanpa melihat hasil keuntungan riil melainkan dari saldo jenis simpanan.  Maka dengan demikian pendapatana bagi hasil dari Koperasi Syariah bisa naik turut sedangkan untuk konvensional bersifat stabil alias tetap dari saldo tanpa melihat jerih payah usaha Koperasi Syariah. Selanjutnya apabila Koperasi Syariah menerima pinjaman khusus ( restricted investment dan Mudharabab Muqayyadah ), maka pendapatan bagi hasil usaha khusus tersebut hanya dibagikan kepada Pemberi Pinjaman dan Koperasi Syariah. Bagi Koperasi pendapatan tersebut dianggap sebagai pendapatan jasa atas Mudharabah Muqayyadah.

Begitu pula selanjutnya untuk pendapatan yang bersumber dari jasa-jasa koperasi seperti wakalah, hawalah, kafalah disebut pendapatan Fee Koperasi Syariah dan pendapatan sewa ( Ijaroh ). Pendapatan yang bersumber dari Hual beli (Piutang dagang) Murabahah, Salam, dan Istishna disebut Margin sedangkan pendapatan hasil investasi ataupun kerjasama ( Musyarakah dan Mudharabah ) disebut pendapatan Bagi Hasil.
Dalam rangka untuk menjaga likuiditas, Koperasi diperbolehkan menempatkan dananya kepada lembaga keuangan syariah diantara Bank SYariah, BPRS maupun Koperasi Syariah lainnya, dalam penempatan dana tersebut umumnya mendapatkan bagi hasil juga, maka pendapatan tersebut tidak termasuk distribusi pendapatan yang harus dibagi kepada pemilik dana pihak ketiga (jenis simpanan anggota) melainkan masuk kedalam porsi pendapatan Koperasi Syariah.
Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan Koperasi yaitu diputuskan oleh Rapat Anggota. Pembagian SHU tersebut setelah dikurangi dana cadangan yang dipergunakan sesuai ketentuan yang diberlakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar