Senin, 24 Januari 2011

Akuntansi Pemerintahan: Pengantar

Abdul Halim, akuntansi pemerintahan, Akuntansi Sektor Publik, apbd, buku teks, Catatan Atas Laporan Keuangan, kebijakan akuntansi pemerintah daerah, Laporan Arus Kas, Laporan Realisasi APBD, LRA, Neraca, Permendagri No.13/2006, Permendagri No.59/2007, PP No.24/2005, PP No.58/2005, SAP, SE Mendagri No.900/2008, Standar Akuntansi Pemerintahan, UU No.17/2003
oleh syukriy
Akuntansi pemerintahan (AP) di Indonesia secara formal mulai diterapkan setelah diterbitkannya UU No.17/2003 tentang keuangan daerah. Pada pasal 30, 31, dan 32 UU tersebut dinyatakan bahwa Presiden dan Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran (APBN/APBD) berupa laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sementara dalam pasal 51 UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan bahwa BUN dan BUD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
Tindak lanjut dari pasal-pasal tersebut adalah diluncurkannya PP No.24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang memuat prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan, yang berlaku untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Khusus untuk pemerintah daerah, Pemerintah kemudian menerbitkan PP No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang secara teknis dijabarkan dalam Permendagri No.13/2006. Untuk mempermudah pelaksanaan akuntansi keuangan oleh pemerintah daerah, Pemerintah kemudian mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) No.900/2008 tentang kebijakan akuntansi pemerintah daerah dan SE-900/31/BAKD yang juga sebagian mengatur tentang proses akuntansi keuangan daerah secara teknis (mencakup penjurnal, posting, buku besar, neraca saldo, dan laporan keuangan).
Hambatan-Hambatan
Pelaksanaan akuntansi keuangan oleh pemerintah daerah tidaklah mudah. Beberapa hal mendasar menjadi kendala yang sampai saat ini belum bisa diatasi. Beberapa hambatan yang ditemukan di lapangan diantaranya adalah:
• Ketidaksiapan dan inkonsistensi regulasi. Pemerintah telah menerbitkan beberapa “aturan main” untuk memayungi dan memandu Daerah dalam menerapkan akuntansi keuangan daerah. Seperti disebutkan di atas, aturan main tersebut mulai dari UU sampai pada SE. Ketidak konsistenan aturan main juga mnejadi persoalan, misalnya dalam hal perbedaan format dan komponen laporan keuangan antara Permendagri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dengan PP No.24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, meskipun dalam SAP disebutkan format tersebut hanyalah “contoh”. Implikasinya adalah keharusan bagi SKPD dan Pemda untuk membuat KONVERSI dari “format Permendagri” ke “format SAP”.
• Ketidaksiapan SDM. Aparatur daerah sebelumnya sangat enjoy dengan kondisi kerja yang tidak produktif, tidak kreatif, sarat KKN, dan tanpa motivasi, karena semuanya ditentukan oleh Pemerintah (Pusat). Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Sampai tahun 2003, akuntansi sama sekali “belum dikenal” oleh aparatur daerah. Akibatnya, akuntansi menjadi “momok” ketika muncul berbagai pandangan yang keliru tentang akuntansi.
• Persepsi dan sikap aparatur daerah. Akuntansi dipersepsikan sebagai ilmu atau ketrampilan yang “sulit” untuk dipahami, apalagi dilaksanakan. Hal ini terlihat juga dalam pemilihan jurusan di fakultas ekonomi, dimana peminat jurusan akuntansi biasany paling sedikit dibanding jurusan manajemen dan ekonomi pembangunan.
• Kurangnya sosialisasi dan pembekalan. Salah satu penyebab kondisi ini adalah kurangnya sumberdaya dari Depdagri untuk mensosialisasikan dan memberikan pembekalan teknis akuntansi keuangan kepada aparatur daerah, sementar di sisi lain dukungan dari perguruan tinggi juga rendah. Anehnya, Depdagri justru membatasi keterlibatan pihak di luar Depdagri untuk memberikan pelatihan, bimbingan teknis, atau sosialisasi dengan melarang pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan pihak-pihak selain Depdagri.
• Banyaknya oportunis yang bermain. Para pencari kesempatan ini bisa berasal dari Depdagri sendiri, aparatur Pemda, konsultan swasta, akademisi dan perguruan tinggi, dan instansi vertikal lainnya (misalnya BPKP dan BPK). Para oportunis ini bisa bertindak sebagai calo/makelar proyek untuk pengadaan software dan hardware akuntansi keuangan daerah atau sebagai konsultan pembina/pendamping dalam pelatihan, bimbingan teknis, workshop, dan sejenisnya yang berkaitan dengan pembekalan aparatur dan pelaksanaan proses akuntansi keuangan daerah. Hal ini kemudian tergambar dari banyaknya “proyek” yang gagala dan berulang terus setiap tahun dengan nilai anggaran yang terserap cukup besar.
Kondisi Terkini
Saat ini, BPK telah melaksanakan fungsinya sebagai external auditor bagi Pemerintah Daerah. Auditor BPK telah menerbitkan opini dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP)-nya, yang disertai dengan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh pejabat Daerah. Bahkan LHP ini dapat dikases publik melalui situs BPK (www.bpk.go.id). Ini sebuah perkembangan yang cukup baik dan menarik, yang berimplikasi positif terhadap banyak hal yang berhubungan dengan penerapan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Anehnya, BPKP sebagai auditor pemerintah (dalam hal ini disebut auditor Presiden) cenderung “pelit” dengan informasi yang dimilikinya. Jika kita buka situs BPKP (www.bpkp.go.id), maka sedikit sekali informasi yang bisa kita peroleh. BPKP justru “berjualan” seperti layaknya konsultan swasta, yakni dengan menjual software, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Saya tidak tahu persis apakah “hasil” yang diperoleh BPKP ini disetorkan ke kas negara (sebagai PNBP) atau tidak….. Belakangan BPKP memang sudah agak “berbaik hati”, misalnya dengan menyediakan file tentang pemikiran kepala BPKP, menyediakan konten peraturan perundangan, dan sedikit file tentang konsep-konsep yang sedang dikembangkannya.
Belakangan diterbitkan PP No.60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Ini sebuah langkah maju untuk menciptakan pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel. Kemudian Depdagri menerbitkan Permendagri No.4/2008 tentang reviu atas laporan keuangan Pemda, yang seiring jalan dengan pentingnya keberadaan SPIP. Ke depan, praktik akuntansi pemerintahan “diharapkan” dapat sebaik, atau setidaknya mendekati, praktik akuntansi yang berlaku di bisnis.
Untuk itu, dibutuhkan kerelaan dan kesediaan para pakar untuk menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bentuk gagasan dan rekomendasi, misalnya berupa buku, hasil penelitian, atau opini di media massa (koran, majalah, internet/blog). Para pejabat dan think thank di departemen/lembaga terkait (terutama Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, BPK, BPKP, Bappenas, LAN) hendaknya tidak “pelit” dengan konsep, modul, buku, dan materi apapun karena apa yang dikerjakan dan diperbuat sesungguhnya didanai dari uang rakyat yang dialokasikan melalui APBN. Mohon diupload di internet (melalui alamat situs departemen/lembaga dimaksud, sehingga bisa diunduh (didonlod) oleh masyarakat luas.
Penutup Pengantar

Tulisan di blog ini adalah pemikiran saya pribadi, disertai dengan harapan akan ada perbaikan pada masa yang akan datang. Semua pihak, yakni Pemerintah dan instansi vertikalnya (termasuk BPK, BPKP, Kejaksaan, Kepolisian), pemerintah daerah, perguruan tinggi, konsultan swasta, lembaga donor, LSM, dan masyarakat umum hendaknya dapat bersinergi dalam upaya mewujudkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi pengelolaan keuangan di daerah.
Pada bagian-bagian berikutnya, tulisan dengan topik Akuntansi Pemerintahan ini akan mendiskusikan seara teknis proses akuntansi keuangan daerah dengan acuan utama buku Abdul Halim (2007) Akuntansi Sektor Publik – Akuntansi Keuangan Daerah (Edisi 3) terbitan Penerbit Salemba Empat, Jakarta (2007).
Semoga tulisan-tulisan dalam blog ini bermanfaat bagi rekan-rekan pembaca, khususnya mahasiswa, aparatur daerah, dan para anggota DPRD yang tertarik dengan keuangan daerah. Amin.

Sabtu, 22 Januari 2011

BIAYA BAHAN BAKU

Perusahaan KOMO merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sepatu. Di dalam pembelian bahan baku produksinya, perusahaan KOMO memilih CV DITI untuk memasok bahan baku. Berikut ini data yang dikumpulkan selama bulan Januari 2001 berkaitan dengan pembelian dan pemakaian bahan baku.
Perusahaan membeli 3 macam jenis bahan baku kulit dengan harga faktur sebagai berikut :
a. Tipe Murni dan tebal 100 lembar @ Rp 150.000,-
b. Tipe Murni dan tipis 75 lembar @ Rp 100.000,-
c. Tipe Campuran 200 lembar @ Rp 75.000,-
Perusahaan dibebani biaya angkut untuk ketiga tipe kulit tersebut adalah Rp 500.000,-
Dari data di atas, buatlah jurnal dan perhitungan yang diperlukan apabila :
1. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku
2. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli
3. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada tarif yang ditentukan di muka apabila diketahui bahwa pada awal periode perusahaan memperkirakan akan membeli bahan baku sebanyak 400 lembar dengan biaya angkutnya Rp 400.000,-
Adapun transaksi pembelian secara lengkap dapat dilihat di bawah ini.
Tgl Transaksi Kuantitas/lembar Harga beli
1/1 Saldo awal 20 Rp 200.000,-
15 Rp 150.000,-
5/1 Pembelian 100 Rp 150.000,-
75 Rp 100.000,-
200 Rp 75.000,-
7/1 Pemakain 150
10/1 Pemakain 50
15/1 Pembelian 20 Rp 140.000,-
50 Rp 120.000,-
17/1 Pemakaian 100
25/1 Pemakaian 75
Perusahaan KOMO menggunakan metode rata-rata tertimbang dalam perhitungannya.
Dari data di atas buatlah perhitungan yang diperlukan bila :
a. Perusahaan KOMO memakai metode perpetual dalam pencatatannya
b. Perusahaan KOMO memakai metode fisik dalam pencatatannya
-------------

BIAYA BAHAN BAKU

Perusahaan KOMO merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sepatu. Di dalam pembelian bahan baku produksinya, perusahaan KOMO memilih CV DITI untuk memasok bahan baku. Berikut ini data yang dikumpulkan selama bulan Januari 2001 berkaitan dengan pembelian dan pemakaian bahan baku.
Perusahaan membeli 3 macam jenis bahan baku kulit dengan harga faktur sebagai berikut :
a. Tipe Murni dan tebal 100 lembar @ Rp 150.000,-
b. Tipe Murni dan tipis 75 lembar @ Rp 100.000,-
c. Tipe Campuran 200 lembar @ Rp 75.000,-
Perusahaan dibebani biaya angkut untuk ketiga tipe kulit tersebut adalah Rp 500.000,-
Dari data di atas, buatlah jurnal dan perhitungan yang diperlukan apabila :
1. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku
2. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli
3. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada tarif yang ditentukan di muka apabila diketahui bahwa pada awal periode perusahaan memperkirakan akan membeli bahan baku sebanyak 400 lembar dengan biaya angkutnya Rp 400.000,-
Adapun transaksi pembelian secara lengkap dapat dilihat di bawah ini.
Tgl Transaksi Kuantitas/lembar Harga beli
1/1 Saldo awal 20 Rp 200.000,-
15 Rp 150.000,-
5/1 Pembelian 100 Rp 150.000,-
76 Rp 100.000,-
200 Rp 75.000,-
7/1 Pemakain 150
10/1 Pemakain 50
15/1 Pembelian 20 Rp 140.000,-
50 Rp 120.000,-
17/1 Pemakaian 100
25/1 Pemakaian 75
Perusahaan KOMO menggunakan metode rata-rata tertimbang dalam perhitungannya.
Dari data di atas buatlah perhitungan yang diperlukan bila :
c. Perusahaan KOMO memakai metode perpetual dalam pencatatannya
d. Perusahaan KOMO memakai metode fisik dalam pencatatannya
-------------
BIAYA BAHAN BAKU

Perusahaan KOMO merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sepatu. Di dalam pembelian bahan baku produksinya, perusahaan KOMO memilih CV DITI untuk memasok bahan baku. Berikut ini data yang dikumpulkan selama bulan Januari 2001 berkaitan dengan pembelian dan pemakaian bahan baku.
Perusahaan membeli 3 macam jenis bahan baku kulit dengan harga faktur sebagai berikut :
a. Tipe Murni dan tebal 100 lembar @ Rp 150.000,-
b. Tipe Murni dan tipis 75 lembar @ Rp 100.000,-
c. Tipe Campuran 200 lembar @ Rp 75.000,-
Perusahaan dibebani biaya angkut untuk ketiga tipe kulit tersebut adalah Rp 500.000,-
Dari data di atas, buatlah jurnal dan perhitungan yang diperlukan apabila :
1. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku
2. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli
3. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada tarif yang ditentukan di muka apabila diketahui bahwa pada awal periode perusahaan memperkirakan akan membeli bahan baku sebanyak 400 lembar dengan biaya angkutnya Rp 400.000,-
Adapun transaksi pembelian secara lengkap dapat dilihat di bawah ini.
Tgl Transaksi Kuantitas/lembar Harga beli
1/1 Saldo awal 20 Rp 200.000,-
15 Rp 150.000,-
5/1 Pembelian 100 Rp 150.000,-
75 Rp 100.000,-
200 Rp 75.000,-
7/1 Pemakain 150
10/1 Pemakain 50
15/1 Pembelian 20 Rp 140.000,-
50 Rp 120.000,-
17/1 Pemakaian 100
25/1 Pemakaian 75
Perusahaan KOMO menggunakan metode rata-rata tertimbang dalam perhitungannya.
Dari data di atas buatlah perhitungan yang diperlukan bila :
a. Perusahaan KOMO memakai metode perpetual dalam pencatatannya
b. Perusahaan KOMO memakai metode fisik dalam pencatatannya
-------------

BIAYA BAHAN BAKU

Perusahaan KOMO merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sepatu. Di dalam pembelian bahan baku produksinya, perusahaan KOMO memilih CV DITI untuk memasok bahan baku. Berikut ini data yang dikumpulkan selama bulan Januari 2001 berkaitan dengan pembelian dan pemakaian bahan baku.
Perusahaan membeli 3 macam jenis bahan baku kulit dengan harga faktur sebagai berikut :
a. Tipe Murni dan tebal 100 lembar @ Rp 150.000,-
b. Tipe Murni dan tipis 75 lembar @ Rp 100.000,-
c. Tipe Campuran 200 lembar @ Rp 75.000,-
Perusahaan dibebani biaya angkut untuk ketiga tipe kulit tersebut adalah Rp 500.000,-
Dari data di atas, buatlah jurnal dan perhitungan yang diperlukan apabila :
1. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku
2. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli
3. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada tarif yang ditentukan di muka apabila diketahui bahwa pada awal periode perusahaan memperkirakan akan membeli bahan baku sebanyak 400 lembar dengan biaya angkutnya Rp 400.000,-
Adapun transaksi pembelian secara lengkap dapat dilihat di bawah ini.
Tgl Transaksi Kuantitas/lembar Harga beli
1/1 Saldo awal 20 Rp 200.000,-
15 Rp 150.000,-
5/1 Pembelian 100 Rp 150.000,-
76 Rp 100.000,-
200 Rp 75.000,-
7/1 Pemakain 150
10/1 Pemakain 50
15/1 Pembelian 20 Rp 140.000,-
50 Rp 120.000,-
17/1 Pemakaian 100
25/1 Pemakaian 75
Perusahaan KOMO menggunakan metode rata-rata tertimbang dalam perhitungannya.
Dari data di atas buatlah perhitungan yang diperlukan bila :
c. Perusahaan KOMO memakai metode perpetual dalam pencatatannya
d. Perusahaan KOMO memakai metode fisik dalam pencatatannya
-------------
BIAYA BAHAN BAKU

Perusahaan KOMO merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sepatu. Di dalam pembelian bahan baku produksinya, perusahaan KOMO memilih CV DITI untuk memasok bahan baku. Berikut ini data yang dikumpulkan selama bulan Januari 2001 berkaitan dengan pembelian dan pemakaian bahan baku.
Perusahaan membeli 3 macam jenis bahan baku kulit dengan harga faktur sebagai berikut :
a. Tipe Murni dan tebal 100 lembar @ Rp 150.000,-
b. Tipe Murni dan tipis 75 lembar @ Rp 100.000,-
c. Tipe Campuran 200 lembar @ Rp 75.000,-
Perusahaan dibebani biaya angkut untuk ketiga tipe kulit tersebut adalah Rp 500.000,-
Dari data di atas, buatlah jurnal dan perhitungan yang diperlukan apabila :
1. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku
2. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli
3. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada tarif yang ditentukan di muka apabila diketahui bahwa pada awal periode perusahaan memperkirakan akan membeli bahan baku sebanyak 400 lembar dengan biaya angkutnya Rp 400.000,-
Adapun transaksi pembelian secara lengkap dapat dilihat di bawah ini.
Tgl Transaksi Kuantitas/lembar Harga beli
1/1 Saldo awal 20 Rp 200.000,-
15 Rp 150.000,-
5/1 Pembelian 100 Rp 150.000,-
75 Rp 100.000,-
200 Rp 75.000,-
7/1 Pemakain 150
10/1 Pemakain 50
15/1 Pembelian 20 Rp 140.000,-
50 Rp 120.000,-
17/1 Pemakaian 100
25/1 Pemakaian 75
Perusahaan KOMO menggunakan metode rata-rata tertimbang dalam perhitungannya.
Dari data di atas buatlah perhitungan yang diperlukan bila :
a. Perusahaan KOMO memakai metode perpetual dalam pencatatannya
b. Perusahaan KOMO memakai metode fisik dalam pencatatannya
-------------

BIAYA BAHAN BAKU

Perusahaan KOMO merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sepatu. Di dalam pembelian bahan baku produksinya, perusahaan KOMO memilih CV DITI untuk memasok bahan baku. Berikut ini data yang dikumpulkan selama bulan Januari 2001 berkaitan dengan pembelian dan pemakaian bahan baku.
Perusahaan membeli 3 macam jenis bahan baku kulit dengan harga faktur sebagai berikut :
a. Tipe Murni dan tebal 100 lembar @ Rp 150.000,-
b. Tipe Murni dan tipis 75 lembar @ Rp 100.000,-
c. Tipe Campuran 200 lembar @ Rp 75.000,-
Perusahaan dibebani biaya angkut untuk ketiga tipe kulit tersebut adalah Rp 500.000,-
Dari data di atas, buatlah jurnal dan perhitungan yang diperlukan apabila :
1. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku
2. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli
3. Biaya angkut diperlakukan sebagai tambahan HP-Bahan Baku yang dibeli dengan didasarkan pada tarif yang ditentukan di muka apabila diketahui bahwa pada awal periode perusahaan memperkirakan akan membeli bahan baku sebanyak 400 lembar dengan biaya angkutnya Rp 400.000,-
Adapun transaksi pembelian secara lengkap dapat dilihat di bawah ini.
Tgl Transaksi Kuantitas/lembar Harga beli
1/1 Saldo awal 20 Rp 200.000,-
15 Rp 150.000,-
5/1 Pembelian 100 Rp 150.000,-
76 Rp 100.000,-
200 Rp 75.000,-
7/1 Pemakain 150
10/1 Pemakain 50
15/1 Pembelian 20 Rp 140.000,-
50 Rp 120.000,-
17/1 Pemakaian 100
25/1 Pemakaian 75
Perusahaan KOMO menggunakan metode rata-rata tertimbang dalam perhitungannya.
Dari data di atas buatlah perhitungan yang diperlukan bila :
c. Perusahaan KOMO memakai metode perpetual dalam pencatatannya
d. Perusahaan KOMO memakai metode fisik dalam pencatatannya
-------------

FUNGSI KUADRAT

Suatu fungsi dapat dikatakan sebagai fungsi kuadrat (fungsi derajat dua) apabila pangkat tertinggi dari variabel-variabelnya adalah dua. Bentuk umum fungsi kuadrat : Y = aX2 + bX +c atau Y = f (X)
a, b, c merupakan konstata, a 0

Pembentukan fungsi linier :
1. Cara tiga koordinat
Pembentukan fungsi ini dilakukan dengan memasukan masing-masing titik ke dalam bentuk umum fungsi kuadratnya. Jika terdapat 3 titik A (X1,Y1), B (X2,Y2) dan C (X3,Y3) yang dilalui masing –masing titik akan dimasukan ke dalam bentuk = Y=aX2+bX+c
Contoh : Suatu fungsi kuadrat melewati tiga macam titik, A (1,5) , B (4.10) dan C (-1,6). Carilah fungsi kuadrat yang dimaksud jika bentuk umumnya Y=f(X)

2. Cara dua koordinat
Pada pembentukan fungsi kuadrat ini selain dibutuhkan 2 macam titik yang berbeda, diperlukan juga salah satu nilai dari a,bc yang telah diketahui nilainya:

Soal : Suatu fungsi kuadrat Y= 3X2 +bX +c yang melalui titik A (1,6) dan (-3,10). Hitunglah nilai b dan c sehingga diperoleh fungsi kuadrat
Suatu fungsi kuadrat dapat berbentuk bermacam-macam kemungkinan kurva. Fungsi kuadrat yang mempunyai ciri-ciri tertentu akan membentuk kurva terrtentu pula. Ada beberapa bentuk kurva dari suatu persamaan kuadrat yaitu lingkaran, elips, hiperbola dan parabola. Dari persamaan Y = aX2 + bX +c apabila :
 b=0 dan a=c dan a,c =o maka bentuk kurva adalah lingkaran
 b2-4ac<0 maka bentuk kurva adalah elips  b2-4ac>0 maka bentuk kurva adalah hiperbola
 b2-4ac=0 maka bentuk kurvanya adalah parabola



FUNGSI PARABOLA

Merupakan tempat kedudukan titik2 pada suatu bidang datar yg jaraknya ke suatu titik dan garis tertentu adalah sama. Suatu parabola memiliki suatu sumbu simetri yg membagi parabola sama besar. Bentuk Umum : Y = ax2 + bx + c

Langkah-langkah menggambar parabola :
1 Menentukan titik potong dengan sumbu y, apabila x = 0 maka
Titik potongnya adalah (0, C).
2 Titik potong dengan sumbu x, apabila Y = 0 maka terdapat 3 kemungkinan, yaitu :
 Bila determinan b – 4ac (D) > 0 maka ada dua titik potong dengan sumbu X. Titik Potong dapat dicari dengan rumus abc sbb :

X1.2 = -b + (b2 - 4ac)

2a

Maka titik potongnya adalah :

X1 = -b + (b2 - 4ac) dan X1 = -b - (b2 - 4ac)

2a 2a

 Bila determinan (D) = 0 maka parabola menyinggung sumbu X pada koordinat x = -b /2a
 Bila determinan (D) < 0 maka tidak ada titik potong dengan sumbu X, hanya ada titik puncaknya pada koordinat x = -b/2a dan y = -D/4a


Contoh soal :
1. Gambarlah grafik dari persamaan = Y = X2 –7X + 12

2. Gambar fungsi kuadrat dengan persamaan y = –X2+ 8x-3

Latihan soal :
a. Y= 6X2-20x + 88
b. Y=-6x2+20x-25
c. Y= X2-14X+37

Pengertian Modal

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan makin jauhnya spesialisasi dalam perusahaan serta makin banyaknya perusahaan-perusahaan yang menjadi besar, maka modal mempunyai arti yang lebih menonjol lagi. Masalah modal dalam perusahaan merupakan masalah yang tidak akan pernah berakhir karena bahwa masalah modal itu mengandung begitu banyak dan berbagai macam aspek. Hingga saat ini di antara para ahli ekonomi juga belum terdapat kesamaan opini tentang apa yang disebut modal.
Jika di lihat dari sejarahnya, maka pengertian modal awalnya adalah physical oriented. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan misalnya pengertian modal yang klasik, “dimana arti dari modal itu sendiri adalah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut”. Dalam perkembangannya ternyata pengertian modal mulai bersifat non-physical oriented, dimana pengertian modal tersebut lebih ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan, yang terkandung dalam barang-barang modal, meskipun dalam hal ini belum ada kesesuaian pendapat di antara para ahli ekonomi sendiri.

Pengertian modal dari beberapa penulis, yaitu sebagai berikut:
1. Liitge mengartikan modal hanyalah dalam artian uang (geldkapital).
2. Schwiedland memberikan pengertian modal dalam artian yang lebih luas, di mana modal itu meliputi baik modal dalam bentuk uang (geldkapital), maupun dalam bentuk barang (sachkapital), misalnya mesin, barang-barang dagangan, dan lain sebagainya. Kemudian ada beberapa penulis yang menekankan pada kekuasaan menggunakannya, yaitu antara lain J.B. Clark.
3. A. Amonn J. von Komorzynsky, yang memandang modal sebagai kekuasaan menggunakan barang-barang modal yang belum digunakan, untuk memenuhi harapan yang akan dicapainya.
4. Meij mengartikan modal sebagai “kolektivitas dari barang-barang modal” yang terdapat dalam neraca sebelah debit, sedangkan yang dimaksud dengan barang-barang modal ialah semua barang yang ada dalam rumah tangga perusahaan dalam fungsi produktifnya untuk membentuk pendapatan.
5. Polak mengartikan modal ialah sebagai kekuasan untuk menggunakan barang-barang modal. Dengan demikian modal ialah terdapat di neraca sebelah kredit. Adapun yang dimaksud dengan barang-barang modal ialah barang-barang yang ada dalam perusahaan yang belum digunakan, jadi yang terdapat di neraca sebelah debit.
6. Bakker mengartikan modal ialah baik yang berupa barang-barang kongkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari barang-barang itu yang tercatat di sebelah kredit”.

Biaya

PengertianBiaya
Menurut Harnanto (1992, hal. 24), pengertian biaya adalah sebagai berikut: Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkui pembagian kepada penanam modal. Dalam arti luas, biaya (cost) adalah jumlah uang yang dinyatakan dan sumber-sumber (ekonomi) yang dikorbankan terjadi dan akan terjadi untuk rnendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut lAl/SAK (1994), pengertian biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu, sehingga biaya dalam arti luas diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva.

2.2 Penggolongan Biaya
Terdapat lima cara penggolongan biaya, menurut Mulyadi (1990, hal. 10), yaitu penggolongan biaya menurut:

a) Obyek pengeluaran.

Dalam penggolongan ini, nama obyek pengelaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama obyek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut "biaya bahan bakar".

b) Fungsi pokok dalam perusahaan.

Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi, yaitu fungsi produksi fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:

1) Biaya produksi. Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan equipment, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubugan dengan proses produksi.
2) Biaya pemasaran. Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan bagian-bagian yang melaksanakan kegiatan pemasaran, biaya contoh (sample).
3) Biaya administrasi dan umum. Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contohnya biaya ini adalah biaya gaji karyawan, bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian hubungan masyarakat.
Jumlah biaya pemasaran bisya administrasi dan umum sering pula disebut
istildh biaya komersial (commercial expense)

c) Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.

Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan:

1) Biaya langsung (direct cost)

Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen (direct departemen cost) adalah semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. Contohnya adalah biaya tenaga kerja yang bekerja dalam Departemen Pemeliharaan dan biaya depresiasi mesin yang dipakai dalam departemen tersebut.




2) Biaya tak langsung (indirect cost)
Biaya tak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Contohnya biaya yang terjadi di Pembangkit Tenaga Listrik (biaya ini dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan, baik untuk penerangan maupun untuk menggerakkan mesin dan equipment yang pemakai listrik).

d) Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi:
1) Biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contohnya adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
2) Biaya semivariabel. Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel.
3) Biaya semitetap. Biaya semitetap adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang kostan pada volume produksi tertentu.
4) Biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu. Contohnya adalah gaji direktur produksi.

e) Jangka waktu manfaatnya.
Biaya dapat dibagi menjadi dua pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
1) Pengeluaran modal (capital expenditures) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya satu tahun). Pengeluaran modal ini pada saat terjadi dibebankan sebagai harga pokok aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi. diamortisasi atau dideplesi.
2) Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures) adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.
Penggolongan biaya adalah penggolongan proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih punya arti atau lebih penting. Menurut Supriono (1993, hal. 32), penggolongan biaya terbagi menjadi 6 (enam), yaitu:
a) Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan aktivitas perusahaan (Cost Classified Accounting to the Function of Business Activity). Fungsi pokok dan kegiatan perusahaan-perusahaan dapat digolongkan ke dalam:
1) Fungsi produksi, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan
pengolahan bahan baku menjadi produk selesai yang siap untuk dijual.
2) Fungsi pemasaran, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan
penjualan produk selesai yang siap dijual dengan cara yang memuaskan
pembeli dan dapat memperoleh laba sesuai yang diinginkan perusahaan
sampai dengan pengumpulan kas dari hasil penjualan.
3) Fungsi administrasi dan urnum, adalah fungsi yang berhubungan dengan
kegiatan penentuan kebijakan, pengarahan, dan pengawasan kegiatan
perusahaan secara keseluruhan agar dapat berhasil guna dan berdaya guna.
4) Fungsi keuangan, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan keuangan atau penyediaan dana yang diperlukan perusahaan.
Atas dasar fungsi tersebut di atas, biaya dapat dikelompokkan menjadi:
1) Biaya produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi digolongkan ke dalam: (a) Biaya bahan baku; (b) Biaya tenaga kerja langsung; (c) Biaya overhead pabrik.
2) Biaya pemasaran, yaitu biaya dalam rangka penjualan produk selesai sampai dengan pengumpuian pihutang menjadi kas. Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan: (a) fungsi penjualan; (b) fungsi penggudangan produk selesai; (c) fungsi pengepakan dan pengiriman; (d) fungsi advertensi: (e) fungsi pemberian kredit dan pengumpulan pihutang; (6) fungsi pembuatan faktur atau administrasi penjualan.
3) Biaya administrasi dan umum. yaitu semua biaya yang berhubungan
dengan fungsi administrasi dan umum.
4) Biaya keuangan, adalah semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan
fungsi keuangan, misalnya: biaya bunga.
b) Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi di mana biaya akan dibebankan penggolongan pengeluaran adalah sebagai berikut:
1) Pengeluaran modal (Capital Expenditure). Adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat (benefit) pada beberapa periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang.
b. Pengeluaran penghasilan (Revenues Expenditures). Adalah pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi di mana pengeluaran terjadi.
c) Penggolongan biaya sesuai dengan tendensi perubahannya terhadap aktivitas atau kegiatan atau volume
1) Biaya tetap (h'txed Coat). Biaya tetap memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.
b. Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
2) Biaya variabel (variable cost). Biaya variabel memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding
(proportional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar
volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin
rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variabel.
b. Pada biaya variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume kegiatan, jadi biaya satuan konstan.
3) Biaya semi variabel (Semi variable cost). Biaya semi variabel memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan
volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding.
b. Pada biaya semi variabel, biaya satuan akan berubah terbalik dihubungkan dengan perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding.
d) Penggolongan biaya sesuai dengan obyek atau pusat biaya yang dibiayai.
Biaya dibagi menjadi:
1) Biaya langsung (Direct cost). Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat diidentifikasikan kepada obyek atau pusat biaya tertentu.

2) Biaya tidak langsung (Indirect cost). Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan pada obyek atau pusat biaya tettentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa obyek atau pusat biaya.
Tujuan penggolongan pabrik ke dalam departemen-departemen, disebut departemenisasi, adalah:
1) Untuk ketelitian pembebanan harga pokok.
2) Untuk pengendalian biaya.
e) Penggolongan biaya untuk tujuan pengendalian biaya
Untuk pengendalian biaya informasi biaya yang ditujukan kepada menejemen dikelompokkan ke dalam:
1) Biaya terkendalikan (Controllable cost). Biaya terkendalikan adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
2) Biaya tidak terkendalikan (Uncontrollable cost). Biaya tidak terkendalikan adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan/pejabat tertentu berdasar wewenang yang dia miliki atau tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pejabat dalam jangka waktu tertentu.
f) Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan
Untuk tujuan pengambilan keputusan oleh menejemen data biaya dikelompokkan ke dalam;
1) Biaya relevan. Adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya tersebut harus diperhitungkan di dalam pengambilan keputusan.
2) Biaya tidak relevan (irrelevant cost). Biava tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya ini tidak perlu diperhitungkan atau dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Mas'ud (1996, hal 80), biaya dibagi menjadi lima bagian yaitu:

a) Klasifikasi biaya bendasarkan tingkah laku.

Biaya diklasifikasikan berdasar tingkah laku biaya dalam hubungannya dengan volume produksi/penjualan maka biaya dikelompokkan ke dalam tiga jenis biaya yaitu:
1) Biaya variabel. Biaya yang bervariasi langsung (proporsional) dengan
kuantitas yang diproduksi naik (berubah) sebesar perubahan kuantitas
dikalikan biaya variabel per satuan dan sebaliknya apabila turun. Contoh biaya
ini adalah bahan baku (direct material).
2) Biaya tetap. Biaya yang jumlah nilainya akan tetap walaupun jumlah yang diproduksi/dijual berubah-ubah dalam kepasitas normal. Contoh biaya sewa gedung untuk pabrik yang dibayar tahunan.
3) Biaya semi variabel. Jenis biaya ini jumlahnya berubah-ubah dalam hubungannya dengan perubahan kuantitas yang diprodusir tctapi perubahannya tidak proporsional. Contoh biaya pengawas dengan insentif sesuai dengan kapasitas produksi.

b) Klasifikasi berdasarkan pertanggungjawaban.

Biaya dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1) Biaya terkendali (controlable cost). Merupakan biaya yang dikeluarkan oleh suatu tempat biaya (misalnya departemen atau bagian) dan atas pengeluaran biaya tersebut seseorang harus mempertanggungjawabkannya. Sebagai contoh adalah biaya iklan untuk menjual produk, merupakan tanggung jawab bagian penjualan atau manajer penjualan, dan biaya iklan ini adalah biaya terkendalibuat departemenpenjualan.
2) Biaya tak terkendali (Uncontrollable cost). Adalah biaya tidak bisa dibebankan tanggung jawab pengeluarannya oleh seorang manajer pusat biaya. Biaya penyusutan mesin misalnya, tidakbisadipengaruhidanbukantanggungjawabmanajerpusatbiaya.

c)Klasifikasibiayaberdasarobyek.

Berdasarkan obyeknya, biaya ini dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
1) Biaya langsung (direct cost). Adalah biaya yang dikeluarkan atau dibebankan di mana biaya tersebut bisa langsung dihubungkan dengan obyek yang dibiayai atau dibebani
2) Biaya tak langsung (indirect cost). Adalah biaya yang dikeluarkan atau dibebankan dimana biaya tersebut tidak bisa dihubungkan langsung dengan obyek.



d) Klasifikasi biaya dalam hubungannya dengan produk

Biaya produksi/biaya pabrik merupakan biaya yang dipakai untuk menilai persediaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan, dan jumlahnya relatif lebih besar daripada jenis biaya lain, dan kegiatan produksi selalu terjadi berulang-ulang dalam pola yang sama secara rutin, dibanding jenis kegiatan seperti litbang, distribusi dan sebagainya.
1) Biaya bahan dasar (material). Dalam arti luas adalah elemen yang digunakan sebagai dasar pembuatan barang jadi, tetapi ada kemungkinan barang jadi dari produk suatu perusahaan merupakan material dari perusahaan lain. Untuk tujuan akuntansi bahan dasar dipisahkan ke dalam dua kategori yaitu:
a. Bahan dasar langsung, yaitu bahan yang menjadi bagian menyeluruh dari
produk jadi.
b. Bahan dasar tak langsung, yaitu merupakan bahan dasar (material) yang
digunakan untuk membuat produk, tetapi jumlahnya sangat kecil, dan
bukan merupakan bagian menyeluruh dari produk jadi.
2) Biaya tenaga kerja (labor). Adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengerjakan bahan dasar sampai menjadi barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang langsung menangani pembuatan (proses) dan bahan dasar sampai menjadi barang jadi dan sebaliknya, tenaga kerja tak langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang menyumbangkan jasanya untuk pembuatan bahan dasar menjadi barang jadi tetapi tidak langsung menangani pembuatannya misalnya gaji pengawas yang mengawasi para pekerja yang menangani langsung pembuatan kursi tersebut.
3) Biaya overhead pabrik (Factory overhead). Dalam artian ini, biaya overhead pabrik termasuk biaya bahan dasar tak langsung dan biaya tenaga kerja tak tak langsung. Pemisahan langsung dan tak langsung biaya dalam konteks yang merupakan pemisahan biaya umum tetapi dalam konteks yang lain berbeda, selain itu pemisahan langsung dan tak langsungnya biaya juga dipengaruhi oleh metoda pengumpulan biaya.



e) Klasifikasi biaya berdasar fungsi operasi non produksi

Biaya non manufaktur dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu:
1) Biaya distribusi, biaya yang dikelompokkan dalam biaya distribusi berlain-lainan pada berbagai jenis perusahaan tetapi pada umumnya biaya distribusi mempunyai dua pengertian.
a. Pengertian sempit yaitu biaya untuk menyebar (memasarkan) barang
pada konsumen atau sering disebut biaya pemasaran (marketing expense).
b. Pengertian luas biaya yaitu biaya yang dikeluarkan dari mulai barang
selesai dibuat sampai ke tangan konsumen, di mana yang termasuk jenis
biaya ini meliputi biaya penjualan, biaya pengiriman. advertensi, gaji
salesman dan sebagainya.
2) Biaya administrasi (administrative expense), kelompok biaya administrasi pada
umumnya disatukan dengan biaya umum dengan nama biaya administrasi dan
umum (termasuk biaya-biaya unluk mengelola administrasi perusahaan, biaya
bagian akuntansi, dan sebagainya).
3) Biaya riset dan pengembangan (research and development costs), seluruh biaya
untuk penyelidikan dan pengembangan yang berkenaan dengan produk baru
atau penemuan-penemuan lainnya.
4) Biaya-biaya keuangan (financial costs), adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengeluaran; saham obligasi dan surat-surat berharga lainnya, termasuk penyebaran (penjualan) dari sural-surat berharga tersebut.

2.3 Manfaat Penggolongan Biaya

Menurut Mulyadi (1993, hal. 165), manfaat penggolongan biaya sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui harga pokok produk yang diproduksi dalam bulan tertentu.
b) Sebagai dasar pengambilan keputusan biaya dimasa yang akan datang.
c) Untuk memperjelas tugas wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap manajer.
Menurut Murti dan John (1998, hal. 424), manfaat penggolongan biaya adalah:
a) Memberikan kemudahan pendistribusian biaya secara merata.
b) Memberikan keadilan atau beban yang pantas terhadap suatu produk.
Menurut Charles (1997, hal. 328) manfaat penggolongan biaya adalah untuk mengadakan penilaian persediaan dan untuk pengambilan keputusan seperti penentuan harga, menambah produk dan mempromosikan produk.

Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting

I. PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting) ini diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi, yang meliputi pengertian, evolusi teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga dipaparkan tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.

II. PEMBAHASAN
1. Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia Sejak Tahun 1980-an.
Program pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970-an dan menunjukkan perkembangan yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu pemerintah memberikan banyak kemudahan bagi para investor yang akan berinvestasi di bidang keuangan dan perbankan. Hingga pertengahan tahun 1990-an perekonomian Indonesia terlihat semakin kuat dan mulai terpandang di dunia internasional. Dalam artikel ini akan dibahas perkembangan ekonomi di Indonesia saat mulai berkembang tahun 1980-an hingga terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.
2. Perkembangan Moneter Perbankan.
Krisis moneter di Indonesia telah memporak-porandakan sektor keuangan yang sebelumnya tengah berkembang pesat sejak tahun 1980-an. Dalam upaya pemulihan sektor keuangan Indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter sejak tahun 1998. Bentuk nyata restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan memberikan independensi kepada Bank Sentral. Meski telah menelan banyak biaya dan telah dilaksanakan lebih dari tiga tahun, namun proses penyehatan sistem moneter belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
3. Kebijakan Moneter
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.
4. Kebijakan Fiskal.
Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.
Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.
5 Prospek Ekonomi Jangka Pendek.
Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Kondisi ekonomi sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Untuk beberapa tahun ke depan, kegiatan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan, dengan asumsi kondisi politik dan keamanan stabil. Peningkatan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada kenaikan ekspor yang dewasa ini mulai membaik kembali.




6 Target Inflasi.
Pengertian.
Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional).
Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.
Evolusi Teori.
Inflasi sebagai sasaran utama dan indepensi bank sentral sebagai pengendali inflasi merupakan landasan dari target inflasi. Konsep target inflasi ini merupakan produk dari evolusi teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter yang memberikan kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori modern, antara lain:
• Teori Klasik >< Teori Keynes. Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil. Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait melalui suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik, disimpulkan bahwa dalam jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik, sedangkan dalam jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya mempunyai dampak permanen pada tingkat harga umum (inflasi). Dengan kata lain bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara pengendalian inflasi. • Teori klasik modern >< Teori Keynes. Salah satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa kebijakan rule lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori Keynes. Kemudian, untuk menentukan pilihan atas rule vs discretion, target inflasi menawarkan suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis, yang disebut dengan constrained discretion. Karena pada dasarnya, dalam praktik kebijakan moneter tidak ada yang murni rules ataupun murni discretion. • Teori kuantitas >< Teori Keynes.
Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik berupa tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri terhadap informasi. Guna menghindarkan polemik ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme transmisi yang relevan, tidak harus tingkat bunga ataupun kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran, karena inflasi dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor.
• Teori rational expectations.
Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai peran penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap suatu kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output dalam jangka pendek, karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula. Ekspektasi masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.
• Teori moneter modern.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan.

7 Prasyarat.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
- Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiskal.
- Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
- Capacity to forecast inflation.
Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.
- Pengawasan instrumen
Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan moneter.
- Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin meningkat.
- Fleksibel sekaligus kredibel
Biasanya, kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel dan hal itu merupakan dilema dalam penentuan kebijakan. Aturan Taylor (Taylor’s rule) dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatasi dilema tersebut.

8 Karakteristik.
Dalam mengatur/menggunakan instrumen, kebijakan target inflasi ini lebih berwawasan ke depan. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu:
a. Dalam kebijakan ini target dan indikator inflasi ditentukan terlebih dahulu dan dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter.

b. Dalam kebijakan ini juga dibuat prediksi inflasi di masa yang akan datang. Prediksi dilakukan dengan mempergunakan data besaran moneter, tingkat bunga, kurs, harga aset, harga barang industri dan sebagainya.
c. Melakukan review terhadap kinerja kebijakan moneter. Hasil tinjauan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.

9 Elemen-elemen.
Berdasarkan teori dan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen dalam target inflasi terdiri atas:
a. Sasaran target inflasi.
Sasaran utama dalam kebijakan target inflasi adalah pengendalian inflasi. Kalau ada sasaran-sasaran lain di samping sasaran ini, maka sasaran yang lain harus tunduk pada sasaran utama.
b. Laporan pelaksanaan
Mestinya, publik perlu untuk mengetahui sasaran kebijakan ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka hasil yang telah dicapai oleh kebijakan ini harus dimonitor, dilaporkan dan diumumkan secara periodik. Ini penting bagi publik agar dapat mengukur keberhasilan kebijakan ini, karena akan berpengaruh terhadap ekspektasi masyarakat.
c. Independensi
Dengan adanya independensi dalam menentukan kebijakan, maka peluang tercapainya sasaran akan lebih maksimal.

d. Komunikasi
Dalam pelaksanaan kebijakan ini perlu adanya komunikasi yang efektif terhadap publik tentang cara-cara pencapaian sasaran inflasi dan mekanisme transmisi yang jelas.
e. Data dan informasi
Data dan informasi yang relevan, terbaru dan lengkap diperlukan untuk melakukan analisis kebijakan yang prima.
10 Prospek.
Kebijakan target inflasi ini telah dilaksanakan di negara-negara Selandia Baru, Kanada, Inggris, Finlandia, Swedia, Australia, Spanyol, Korea dan Filipina. Negara-negara tersebut mendapatkan keberhasilan dalam menekan laju inflasi dengan penerapan kebijakan ini.

Seperti halnya Indonesia, negara-negara tersebut sebelumnya juga mempergunakan kebijakan moneter dengan target antara. Karena adanya kesamaan permasalahan dan latar belakang, maka diharapkan pelaksanaan target inflasi di negara kita juga akan dapat menuai keberhasilan.

11 Berbagai Hambatan Dalam Pelaksanaan Targat Inflasi.
Meski kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Hambatan dalam menciptakan independensi
- Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan kewenangan penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi pengawasan instrumen keuangan. Dengan kata lain bahwa pemerintah tidak dapat benar-benar tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga pengawas, meski lembaga tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga tersebut digaji oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap pemerintah tak diragukan lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan tak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

- Hambatan dalam memprediksi inflasi.
- Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kebijakan target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini. Padahal, stabilitas nasional sangat berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu negara. Untuk saat ini, para investor masih beranggapan bahwa negara kita tidak cukup kondusif bagi investasi. Isu-isu seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk memporak-porandakan perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat memprediksi dengan cermat.

- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan.
- Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga akan sulit terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan mempersulit pemerintah dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga maraknya praktik kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat semakin apatis dan enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis ekonomi. Kebijakan target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila lembaga pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa aparaturnya negara bersih dan bebas korupsi.

- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel.
- Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur, maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.

- Tingkat keparahan krisis.
- Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah tergolong akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini berhasil diberlakukan di negara-negara lain, namun belum tentu akan sesuai diberlakukan di Indonesia.




III. KESIMPULAN
- Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis memerlukan upaya pemulihan dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan berupa inflation targeting yang telah berhasil mengentaskan problem inflasi di berbagai negara di dunia.

- Target inflasi dicetuskan dari perkembangan evolusi teori-teori ekonomi dan dalam pelaksanaannya ditentukan oleh kondisi suatu negara dengan prasyarat-prasyarat untuk keberhasilan sistem ini.

- Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diharapkan dapat mengembangkan kebijakan yang secara efektif dapat memulihkan stabilisasi ekonomi jangka pendek dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berkelanjutan, dengan ongkos yang minimal.

- Pemulihan kondisi ekonomi yang stabil bukan hanya ditentukan oleh faktor internal, namun juga faktor eksternal, misalnya kondisi politik dan keamanan negara.
- Target inflasi nampaknya akan sulit untuk diberlakukan sebagai salah satu kebijakan moneter di Indonesia, mengingat berbagai hambatan yang harus dihadapi.








DAFTAR PUSTAKA :
- Adiningsih, Sri. 2000. "Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Bernanke, B. and Mihov. 1997. "What Does the Bundesbank Target?" European Economic Review.
- Boediono. 2000. "Inflation Targeting". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Fischer, Stanley. 1993. "The Role of Macroeconomic Factors in Growth". Journal of Monetary Economics.
- Goeltom, Miranda S. 2000. "Perkembangan Ekonomi Makro Indonesia". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Mishkin, F.S. 1999. "International Experience with Different Monetary Policy Regimes". Journal of Monetary Economics.
- Nopirin. 2000. "Kebijakan Moneter Dengan Target Inflasi". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Saudagaran, S.M. and Diga, J.G. 2000. "The Institutional Environment of Financial Reporting Regulation in ASEAN". The International Journal of Accounting.

Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting

I. PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting) ini diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi, yang meliputi pengertian, evolusi teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga dipaparkan tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.

II. PEMBAHASAN
1. Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia Sejak Tahun 1980-an.
Program pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970-an dan menunjukkan perkembangan yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu pemerintah memberikan banyak kemudahan bagi para investor yang akan berinvestasi di bidang keuangan dan perbankan. Hingga pertengahan tahun 1990-an perekonomian Indonesia terlihat semakin kuat dan mulai terpandang di dunia internasional. Dalam artikel ini akan dibahas perkembangan ekonomi di Indonesia saat mulai berkembang tahun 1980-an hingga terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.
2. Perkembangan Moneter Perbankan.
Krisis moneter di Indonesia telah memporak-porandakan sektor keuangan yang sebelumnya tengah berkembang pesat sejak tahun 1980-an. Dalam upaya pemulihan sektor keuangan Indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter sejak tahun 1998. Bentuk nyata restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan memberikan independensi kepada Bank Sentral. Meski telah menelan banyak biaya dan telah dilaksanakan lebih dari tiga tahun, namun proses penyehatan sistem moneter belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
3. Kebijakan Moneter
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.
4. Kebijakan Fiskal.
Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.
Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.
5 Prospek Ekonomi Jangka Pendek.
Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Kondisi ekonomi sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Untuk beberapa tahun ke depan, kegiatan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan, dengan asumsi kondisi politik dan keamanan stabil. Peningkatan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada kenaikan ekspor yang dewasa ini mulai membaik kembali.




6 Target Inflasi.
Pengertian.
Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional).
Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.
Evolusi Teori.
Inflasi sebagai sasaran utama dan indepensi bank sentral sebagai pengendali inflasi merupakan landasan dari target inflasi. Konsep target inflasi ini merupakan produk dari evolusi teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter yang memberikan kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori modern, antara lain:
• Teori Klasik >< Teori Keynes. Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil. Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait melalui suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik, disimpulkan bahwa dalam jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik, sedangkan dalam jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya mempunyai dampak permanen pada tingkat harga umum (inflasi). Dengan kata lain bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara pengendalian inflasi. • Teori klasik modern >< Teori Keynes. Salah satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa kebijakan rule lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori Keynes. Kemudian, untuk menentukan pilihan atas rule vs discretion, target inflasi menawarkan suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis, yang disebut dengan constrained discretion. Karena pada dasarnya, dalam praktik kebijakan moneter tidak ada yang murni rules ataupun murni discretion. • Teori kuantitas >< Teori Keynes.
Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik berupa tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri terhadap informasi. Guna menghindarkan polemik ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme transmisi yang relevan, tidak harus tingkat bunga ataupun kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran, karena inflasi dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor.
• Teori rational expectations.
Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai peran penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap suatu kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output dalam jangka pendek, karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula. Ekspektasi masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.
• Teori moneter modern.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan.

7 Prasyarat.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
- Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiskal.
- Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
- Capacity to forecast inflation.
Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.
- Pengawasan instrumen
Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan moneter.
- Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin meningkat.
- Fleksibel sekaligus kredibel
Biasanya, kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel dan hal itu merupakan dilema dalam penentuan kebijakan. Aturan Taylor (Taylor’s rule) dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatasi dilema tersebut.

8 Karakteristik.
Dalam mengatur/menggunakan instrumen, kebijakan target inflasi ini lebih berwawasan ke depan. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu:
a. Dalam kebijakan ini target dan indikator inflasi ditentukan terlebih dahulu dan dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter.

b. Dalam kebijakan ini juga dibuat prediksi inflasi di masa yang akan datang. Prediksi dilakukan dengan mempergunakan data besaran moneter, tingkat bunga, kurs, harga aset, harga barang industri dan sebagainya.
c. Melakukan review terhadap kinerja kebijakan moneter. Hasil tinjauan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.

9 Elemen-elemen.
Berdasarkan teori dan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen dalam target inflasi terdiri atas:
a. Sasaran target inflasi.
Sasaran utama dalam kebijakan target inflasi adalah pengendalian inflasi. Kalau ada sasaran-sasaran lain di samping sasaran ini, maka sasaran yang lain harus tunduk pada sasaran utama.
b. Laporan pelaksanaan
Mestinya, publik perlu untuk mengetahui sasaran kebijakan ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka hasil yang telah dicapai oleh kebijakan ini harus dimonitor, dilaporkan dan diumumkan secara periodik. Ini penting bagi publik agar dapat mengukur keberhasilan kebijakan ini, karena akan berpengaruh terhadap ekspektasi masyarakat.
c. Independensi
Dengan adanya independensi dalam menentukan kebijakan, maka peluang tercapainya sasaran akan lebih maksimal.

d. Komunikasi
Dalam pelaksanaan kebijakan ini perlu adanya komunikasi yang efektif terhadap publik tentang cara-cara pencapaian sasaran inflasi dan mekanisme transmisi yang jelas.
e. Data dan informasi
Data dan informasi yang relevan, terbaru dan lengkap diperlukan untuk melakukan analisis kebijakan yang prima.
10 Prospek.
Kebijakan target inflasi ini telah dilaksanakan di negara-negara Selandia Baru, Kanada, Inggris, Finlandia, Swedia, Australia, Spanyol, Korea dan Filipina. Negara-negara tersebut mendapatkan keberhasilan dalam menekan laju inflasi dengan penerapan kebijakan ini.

Seperti halnya Indonesia, negara-negara tersebut sebelumnya juga mempergunakan kebijakan moneter dengan target antara. Karena adanya kesamaan permasalahan dan latar belakang, maka diharapkan pelaksanaan target inflasi di negara kita juga akan dapat menuai keberhasilan.

11 Berbagai Hambatan Dalam Pelaksanaan Targat Inflasi.
Meski kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Hambatan dalam menciptakan independensi
- Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan kewenangan penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi pengawasan instrumen keuangan. Dengan kata lain bahwa pemerintah tidak dapat benar-benar tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga pengawas, meski lembaga tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga tersebut digaji oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap pemerintah tak diragukan lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan tak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

- Hambatan dalam memprediksi inflasi.
- Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kebijakan target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini. Padahal, stabilitas nasional sangat berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu negara. Untuk saat ini, para investor masih beranggapan bahwa negara kita tidak cukup kondusif bagi investasi. Isu-isu seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk memporak-porandakan perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat memprediksi dengan cermat.

- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan.
- Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga akan sulit terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan mempersulit pemerintah dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga maraknya praktik kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat semakin apatis dan enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis ekonomi. Kebijakan target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila lembaga pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa aparaturnya negara bersih dan bebas korupsi.

- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel.
- Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur, maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.

- Tingkat keparahan krisis.
- Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah tergolong akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini berhasil diberlakukan di negara-negara lain, namun belum tentu akan sesuai diberlakukan di Indonesia.




III. KESIMPULAN
- Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis memerlukan upaya pemulihan dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan berupa inflation targeting yang telah berhasil mengentaskan problem inflasi di berbagai negara di dunia.

- Target inflasi dicetuskan dari perkembangan evolusi teori-teori ekonomi dan dalam pelaksanaannya ditentukan oleh kondisi suatu negara dengan prasyarat-prasyarat untuk keberhasilan sistem ini.

- Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diharapkan dapat mengembangkan kebijakan yang secara efektif dapat memulihkan stabilisasi ekonomi jangka pendek dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berkelanjutan, dengan ongkos yang minimal.

- Pemulihan kondisi ekonomi yang stabil bukan hanya ditentukan oleh faktor internal, namun juga faktor eksternal, misalnya kondisi politik dan keamanan negara.
- Target inflasi nampaknya akan sulit untuk diberlakukan sebagai salah satu kebijakan moneter di Indonesia, mengingat berbagai hambatan yang harus dihadapi.








DAFTAR PUSTAKA :
- Adiningsih, Sri. 2000. "Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Bernanke, B. and Mihov. 1997. "What Does the Bundesbank Target?" European Economic Review.
- Boediono. 2000. "Inflation Targeting". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Fischer, Stanley. 1993. "The Role of Macroeconomic Factors in Growth". Journal of Monetary Economics.
- Goeltom, Miranda S. 2000. "Perkembangan Ekonomi Makro Indonesia". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Mishkin, F.S. 1999. "International Experience with Different Monetary Policy Regimes". Journal of Monetary Economics.
- Nopirin. 2000. "Kebijakan Moneter Dengan Target Inflasi". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Saudagaran, S.M. and Diga, J.G. 2000. "The Institutional Environment of Financial Reporting Regulation in ASEAN". The International Journal of Accounting.

HARGA JUAL WAKTU DAN BAHAN ( TIME AND MATERIAL PRICING )

Dihitung dengan cara menentukan harga jual per satuan waktu yang dinikmati konsumen dan harga jual bahan dan suku cadang yang dijual kepada konsumen.

Ada 2 unsur yang diperhitungkan :
1. Volume jasa yang dihitung berdasar waktu yang diperlukan untuk melayani konsumen.
2. Volume bahan dan suku cadang yang dihitung berdasar kuantitatif bahan dan suku cadang yang dijual pada konsumen

HARGA JUAL WAKTU = Biaya TKL + % Mark-up x biaya TKL

Biaya tidak langsung + Laba diharapkan
% Mark-up = -------------------------------------------- x 100%
Biaya langsung( biaya TKL)


HARGA JUAL MATERIAL = Harga beli bahan + % Mark-up x harga beli bahan

Biaya tidak langsung divisi Bahan + Laba diharapkan
% Mark up = ------------------------------------------------------------- x 100%
Total Nilai bahan dan suku cadang yang dibeli

TKL adalah tenaga kerja yang dapat diidentifikasikan secara langsung kepada pesanan jasa yang diterima konsumen
FORMULA PERHITUNGAN BIAYA TKL PER JAM

Taksiran upah TKL selama tahun anggaran xxx
Biaya kesejahteraan TKL xxx
-------- +
Jumlah biaya TKL xxx
Jam kerja TKL dalam tahun anggaran
( Jumlah TKL x jam kerja dalam 1 tahun ) xxx
-------- :
Biaya TKL per jam xxx

BIAYA TIDAK LANGSUNG
- Gaji pengawas
- Biaya depresiasi
- Biaya asuransi
- Biaya Listrik
- Biaya air
- Biaya reparasi AT
- Biaya Umum

LABA DIHARAPKAN
- Taksiran jumlah aktiva pada awal tahun anggaran xxx
- Return On Investment ( % ) xxx
------x
Laba diharapkan xxx