Selasa, 07 Juni 2011

Tahun 2010 membuka peluang besar bagi peningkatan volume usaha dan kinerja perbankan syariah. Pasalnya, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun ke depan diyakini masih relatif tinggi, seiring dengan credit rating yang mengalami peningkatan. Belum lagi pendirian bank-bank syariah baru, beberapa di antaranya mulai beroperasi di akhir tahun 2009 lalu, yang dipastikan akan melebarkan ceruk pasar. Gencarnya program edukasi dan diseminasi perbankan syariah oleh Bank Indonesia (BI), perbankan syariah maupun pihak-pihak terkait lainnya makin menciptakan situasi yang kondusif bagi industri padat modal ini.
         Bahkan, faktor regulasi yang selama ini menjadi hambatan utama telah teratasi. Pada tanggal 16 September 2009 lalu, DPR mengesahkan UU No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang antara lain mengatur perpajakan yang lebih kondusif bagi perbankan syariah. Undang-undang ini mulai efektif berlaku 1 April 2010.
 
Beberapa Skenario         Industri perbankan syariah 2010 diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan 2009. Hal ini merujuk pada hasil analisis terhadap kondisi fundamental makroekonomi dalam situasi perekonomian dunia yang cenderung pulih, serta dinamika internal industri perbankan syariah.
         BI telah menyusun beberapa skenario pertumbuhan perbankan syariah, yakni skenario pesimis, moderat dan optimis. Perkembangan perbankan syariah 2009 menunjukkan pertumbuhan volume usaha cukup tinggi, yaitu 26,55%, masih relatif tinggi dibandingkan perbankan konvensional yang sebesar 12,53%. Pencapaian target aset 2010 diharapkan sebesar Rp 97 triliun, dengan angka pertumbuhan industri sebesar 43%. Skenario proyeksi tersebut menggunakan asumsi ketersediaan faktor-faktor pendukung industri perbankan syariah.
         Faktor-faktor tersebut antara lain mencakup pertumbuhan secara un-organic akibat penambahan pemain barudalam industri; baik bank umum, Unit Usaha Syariah (UUS) maupun BPR Syariah. Konversi bank umum konvensional yang diakuisisi oleh bank menjadi Bank Umum Syariah dan diikuti dengan spin off UUS menjadi trend pertumbuhan tahun ini. Pada tahun 2009, jumlah bank umum syariah yang beroperasi bertambah dengan adanya konversi usaha 3 bank, yaitu Bank Jasa Artha, Bank Persyarikatan dan Bank Harfa yang masing-masing diakuisisi oleh BRI, Bukopin dan Panin menjadi Bank Umum Syariah.
         Pertumbuhan secara un-organic tersebut juga didukung dengan pertumbuhan organic melalui pertumbuhan volume usaha yang didukung oleh peningkatan jumlah jaringan kantor bank syariah. Per awal November 2009 silam, masyarakat dapat menikmati layanan jasa perbankan syariah melalui 1.101 kantor bank syariah yang dioperasikan oleh 6 Bank Umum Syariah dan 25 UUS dan 138 BPR Syariah.
         Pulihnya perekonomian global dan domestik menjadi faktor pendorong lainnya. Kinerja ekonomi nasional 2010 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini. Pertumbuhan konsumsi swasta yang masih kuat, kinerja ekspor yang membaik dan adanya stimulus fiskal turut berpengaruh. Jangan diabaikan pula peran vital regulasi. Penetapan UU No. 42 tahun 2009 tentang Amandemen UU PPN dan PPnBM yang efektif berlaku mulai 1 April 2010, yang melengkapi UU Perbankan Syariah setahun sebelumnya.
         Peraturan perundang-undangan pajak yang lama mengandung ketidakpastian dan menjadi arena perseteruan sengit antara pelaku bank syariah dan otoritas pajak. Acapkali bank syariah dalam posisi yang sulit dan dipaksa menanggung biaya dari tagihan pajak kurang bayar karena pembiayaan murabahah (jual beli) dipandang layaknya transaksi jual beli usaha dagang pada umumnya yang harus dikutip PPN, bukan pembiayaan perbankan. Dalam ketentuan PPN yang lama, manakala terjadi PPN kurang bayar maka bank harus membayar PPN 10% ditambah denda 48%, dan denda 2% dari dasar pengenaan PPN. Namun dengan tax neutrality mulai April, setiap pembiayaan di perbankan syariah sudah diperlakukan sama dengan bank konvensional dalam hal pengenaan pajaknya.
         Dalam hal nasabah bertransaksi dengan bank syariah, maka nasabah juga akan mendapatkan barang modal yang diperlukan langsung dari bank, pajak atas pembiayaan berbasis jual beli (murabahah) yang tujuannya untuk membeli barang modal pun – yang sebelumnya dibayar dua kali – cukup dibayar satu kali. Di bawah naungan payung hukum baru ini, industri perbankan syariah seharusnya dapat lebih leluasa untuk melakukan akselerasi kinerja.
         Faktor yang juga berpengaruh ke depannya yakn, insentif kebijakan dan regulasi pada sisi moneter dan fiskal dari BI dan instansi terkait kepada industri perbankan syariah agar bisa berkembang lebih optimal. Misalnya saja, pengelolaan dana haji oleh bank syariah, BPD Syariah holding atau konversi bank. Tantangan penting dalam pengembangan industri keuangan syariah dalam jangka pendek ini adalah sumber daya manusia (SDM), baik kuantitas maupun kualitas, di tingkat pelaku/praktisi maupun institusi penunjang termasuk pengawas bank. Bentuk kerjasama dengan institusi pendidikan dapat dilakukan, misalnya berupa pelatihan ekonomi/keuangan/perbankan syariah bagi para dosen, rekomendasi kurikulum dan penyediaan literatur seperti buku teks ekonomi/keuangan/perbankan syariah.
         Sementara itu, kecukupan modal menjadi faktor tak terbantahkan. Prospek masuknya pelaku baru diperkirakan akan pula mendorong bank-bank syariah untuk menambah kapasitas usahanya melalui penambahan modal seiring dengan upaya perluasan jaringan kantor. Peningkatan modal diharapkan dapat mendorong perbankan syariah untuk menjaga kecukupan CAR-nya mengingat perluasan jaringan kantor, yang diharapkan akan berkorelasi positif pada peningkatan dana pihak ketiga, membuat perbankan syariah tetap memliki financial buffer yang tinggi. Upaya penguatan permodalan ini secara internal dapat dilakukan melalui devident policy, di samping penambahan modal baru oleh pemilik atau investor baru.
         Ke depannya, amat dibutuhkan peningkatan efisiensi untuk menjaga daya saing dan kinerja industri perbankan syariah. Hal ini antara lain bisa dilakukan melalui financial deepening dengan memperkaya variasi produk dan jasa yang ditawarkan. Tentu saja dengan tetap mengedepankan aspek kesesuaian prinsip syariah. Efisiensi dapat pula ditingkatkan lewat pembiayaan secara cross sector dengan subsistem keuangan syariah lainnya, misalnya kolaborasi dengan sistem zakat. Intinya, kreativitas diperlukan meskipun dengan kehati-hatian.
         Penuntasan segenap pekerjaan rumah itulah yang bisa membawa perbankan syariah untuk bermetamorfosis secara utuh menjadi “lebih dari sekadar bank”.

Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/management/1975706-prospek-perbankan-syariah-2010/#ixzz1OapYFuEn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar